PEKANBARU - Bantuan keuangan kepada sejumlah daerah di Riau ternyata ada yang fiktif. Gubernur Riau dinilai telah kecolongan menandatangani Surat Keputusan penetapan alokasi belanja bantuan keuangan Pemprov ke Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersumber dari APBD tahun anggaran 2016.

Temuan tersebut diungkapkan LSM Koalisi Indonesia Bersih (KIB) Riau berdasarkan hasil investigasi lapangan kepada sejumlah sekolah di Kabupaten Kepulauan Meranti dan Kota Dumai berdasarkan nama-nama yang tertera dalam Keputusan Gubernur Riau Nomor Kpts. 108/I/2016.

"Kami melakukan investigasi ke sejumlah sekolah penerima bantuan keuangan berbentuk kegiatan atau proyek berupa alat Laboratorium Bahasa 2 Fungsi. Dari hasil itu ditemukan salah satu penerima adalah fiktif, yakni SMA Madrasah Aliyah Negeri Rangsa. Ternyata sekolah tersebut tidak ada," ujar Ketua LSM KIB Haryadi, SE, Selasa (27/9/2016).

Selain fiktif, KIB juga mendapati keanehan pada anggaran yang digelontorkan dengan jumlah sama di masing-masing sekolah baik di Kota Dumai dan Kepulauan Meranti yakni Rp1,55 miliar. Terkesan ada oknum tertentu mengarahkan dibuatnya bantuan tersebut. Hal itu juga diperkuat ditemukan proposal pengajuan bantuan dari pihak sekolah yang hanya dengan selembar kertas, jumlahnya persis sama dengan jumlah dianggarkan.

"Dari pengakuan pihak sekolah, mereka ini sengaja dikumpulkan oleh Dinas Pendidikan Meranti, kemudian ditawarkan untuk dapat proyek tersebut. Jadi mereka sengaja diarahkan," sambungnya.

Temuan lain, lanjut Haryadi, penempatan proyek tak sesuai asas manfaat. Seperti di Madrasah Aliyah Alkhairiyah Sungai Cina Kecamatan Rangsang Barat. Alat yang canggih tersebut tersebut tak bisa digunakan, karena tidak didukung oleh listrik memadai. Padahal pihak sekolah justru berharap adalah bantuan pendirian sarana MCK.

"Kemudian dari pengakuan sekolah juga, seperti SMKN 4 Dumai, sekolah mengajukan proposal dari tahun 2014, baru dimasukkan sekarang. Ini juga sudah menyalahi, harusnya ada pengajuan baru di 2015, baru bisa lolos," jelas Haryadi.

Terakhir adalah terkait alat laboratorium yang canggih itu, tidak bisa dipergunakan maksimal oleh sekolah. Karena operasional hanya menggunakan bahasa Inggris dan Mandarin.

Ia mengatakan, temuan ini baru satu daerah dan satu item dinas satuan kerja. Diduga hal semacam ini banyak terjadi di beberapa satuan terkait yang mengelola proyek teknis, seperti Dinas Bina Marga, Dinas Cipta Karya dan beberapa SKPD lain.

"Artinya Gubernur menandatangani sekolah yang tidak ada, ini arti gubernur kecolongan dengan kerja bawahan. Diduga banyak proyek yang tidak diverifikasi terlebih dulu, dimasukkan tiba-tiba oleh pihak tertentu," timpalnya.

Haryadi menyayangkan Gubernur Riau tidak selektif dalam meloloskan bantuan kepada daerah. Seharusnya dengan kondisi keuangan yang saat ini sangat minim, dapat dimanfaatkan sebaik mungkin sesuai kebutuhan masyarakat.

Gubernur juga diminta KIB agar memberikan peringatan pada bawahan untuk melakukan verifikasi faktual sebelum dikeluarkannya keputusan. "Kepada DPRD Riau khusunya di daerah pemilihan tersebut agar melakukan pengawasan terhadap bantuan keuangan yang bersumber dari anggaran pemerintah," pungkasnya.***