PEKANBARU - Pakar lingkungan DR Elviriadi menilai sejak memasuki Ramadan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI sedang mengambil nafas. Artinya, sejak 2014 di bawah komando Siti Nurbaya, KLHK telah membuat langkah langkah penting yang menguras energi.

"Contohnya, gugat menggugat, penerapan aturan gambut yang stagnan, dan dilema penegakan hukum," kata Elviriadi, Selasa (29/5/2018).

"Jadi saya kira bulan puasa ini rileks dulu lah. Apalagi badan pun loyo," kelakar anak jati Kabupaten Meranti itu diawal bincang dengan GoRiau.

Menurut dosen UIN Suska Riau itu, bergabungnya Kehutanan dan Lingkungan Hidup dalam satu payung kementerian adalah upaya cerdik. Namun bisa kontraproduktif. Kehutanan itu mindsetnya eksploitasi-binasakan, sedangkan Lingkungan Hidup itu paradigmanya jaga-lestarikan. Aura panas dan aura dingin Yin-Yang bersatu menimbulkan letupan kinetik yang coba dijinakkan Siti "Avatar" Nurbaya (menteri LHK, red).

Ditambahkannya, setidaknya ada 4 jurus Ramadan yang perlu dipertimbangkan KLHK RI. "Pertama, ramadhan tahun ini harus diresapi para aparatur KLHK maupun Dinas LHK Propinsi sebagai iktiraf nurani bahwa telah terjadi kerusakan di darat dan laut oleh ulah konspirasi tirani ekologis," kata Kepala Bidang Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu lagi.

Kedua, bahwa sejumlah ikhtiar KLHK sejauh ini sudah on the track. Kebijakan perlindungan ekosistem dan redistribusi ruang kelola hutan tergolong responsif, atau keinginan masyarakat akar rumput.

Ketiga, Sekjend Bambang seyogyanya inward looking, menoleh ke dalam. Membaca kekuatan, kelemahan, konstrain, trigger, dan menemukan kolesterol birokrasi vertikal KLHK. "Saya kira langkah menteri menambah 7 orang Senior Advisors dan sedikit bergaya NGO, itu dalam rangka transformasi organisasi. Apalagi tantangan idealisme ke depan bukan main berat," ujarnya.

Ke empat, KLHK harus memperteguh diri guna menyelamatkan ekosistem gambut, hutan tersisa, memperkuat blok dan zona konservasi, implementasi kebijakan satu peta (one map) yang transparan, pusat data yang akurat. Selain itu, pimpinan Gakkum (penegakan hukum) harus diganti dan dicari orang bernyali, patriotik dan tak hanya tajam ke bawah (masyarakat adat).

"Gakkum inilah ujung tombak KLHK," tandas pria tambun yang bertekad menggunduli kepala demi nasib hutan Riau itu di akhir bincang-bincang. ***