PEKANBARU - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta agar Pengadilan Negeri Pekanbaru segera melakukan eksekusi terhadap PT Merbau Pelalawan Lestari yang didenda Rp 16,2 triliun atas kasus kejahatan lingkungan.

Dimana Perusahaan itu diduga melakukan tindakan pembalakan kayu hutan secara liar atau ilegal loging, dan kalah telak setelah digugat KLHK di Mahkamah Agung.

?"Kami telah mendatangi pihak Pengadilan Negeri Pekanbaru untuk mempertanyakan soal eksekusi putusan Mahkamah Agung itu," Direktur Jendral Penegakkan Hukum (Dirjen Gakkum) KLHK, M.Rasio Ridho Sani, Senin (10/9).

Rasio mengaku juga telah meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Pekanbaru agar segera melakukan eksekusi. Sebab, putusan kasasi Mahkamah Agung jelas sudah inkrah. 

Untuk itu, PT Merbau yang dipimpin Direktur Utamanya, Koswara membayar denda tersebut. Jika tidak, hukum yang telah diputuskan tidak berjalan semestinya. "Jadi kewenangan eksekusi ada di (tangan) Ketua PN Pekanbaru. Kami sudah meminta PN untuk mengeksekusi," kata Rasio.

?Koswara sendiri diketahui memiliki rumah mewah dan kos-kosan bertingkat di daerah Panam, Kota Pekanbaru. Namun Koswara tidak Merespon saat di konfirmasi.

Untuk diketahui, pada 18 Agustus 2016 lalu, Mahkamah Agung (MA) memvonis PT Merbau Pelalawan Lestari untuk membayar denda kepada Negara senilai Rp 16,2 triliun terkait kasus pembalakan liar (ilegal loging) yang merusak lingkungan. Namun hingga kini Direktur perusahaan itu, H Koswara belum membayarnya.

Padahal sudah jelas, putusan MA dengan nomor perkara 460 K/Pdt/2016 ini memenangkan kasasi yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Pekanbaru Nomor 79/PDT/2014/PTR, tanggal  28 November 2014 juncto Putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru Nomor157/Pdt.G/2013/PN Pbr. tanggal 3 Maret 2014.

Dari salinan putusan diterima redaksi, disebutkan bahwa pihak tergugat, PT Merbau terbukti melakukan penebangan hutan di luar lokasi Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT). Hakim Agung juga menyatakan perusahaan itu bersalah karena telah menebang hutan di dalam lokasi IUPHHK-HT dengan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku adalah perbuatan melanggar hukum.

"Menghukum dan memerintahkan Tergugat untuk membayar ganti kerugian lingkungan hidup kepada negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia secara langsung dan seketika kepada Penggugat sejumlah Rp 16.224.574.805.000,00," bunyi putusan tersebut.

Dalam putusan juga disebutkan, kerugian akibat perusakan lingkungan hidup dalam areal IUPHHK-HT seluas lebih kurang 5.590 hektare senilai Rp 12.167.725.050.? Bahkan kerugian akibat perusakan lingkungan hidup dalam areal IUPHHK-HT seluas lebih kurang 1.873 hektare senilai Rp 4.076.849.755.000.

Sidang MA itu, dipimpin Ketua Majelis Hakim Agung Takdir Rahmadi dengan anggota hakim I Gusti Agung Sumanatha dan Dr Nurul Elmiyah. Sedangkan Edy Wibowo selaku Panitera Pengganti.***