PEKANBARU - Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau, Muhibul Basyar membantah keras jika pembangunan perkebunan kepala sawit yang dilakukan oleh masyarakat Riau menyebabkan kegundulan hutan. Namun, pihaknya tidak menyangkal bahwa belasan tahun belakangan ini ada praktik-praktik pembangunan hutan oleh oknum tertentu yang menyalahi aturan dan harus berurusan dengan hukum.

"Komoditi perkebunan kelapa sawit kita dianggap merusak lingkungan, karena di Riau ada yang salah dengan pola pembukaan lahan yang dilakukan sekarang. Berbeda dengan yang dilakukan masyarakat terdahulu yang justru paham kearifan lokal," ungkap Muhibul saat menjadi narasumber utama dalam workshop jurnalis bertema Meliput Isu Perburuhan dan Buruh Perkebunan yang ditaja oleh Aliansi Jurnalis Indepeden (AJI)-FNV di Hotel Grand Central Pekanbaru, Sabtu (24/9/2016).

Menurutnya, praktik pembangunan perkebunan di Riau sudah dimulai sejak Indonesia belum merdeka. Mulai dari perkebunan karet, kelapa sawit dan kelapa bulat secara kearifan lokal dibangun tanpa menimbulkan kebakaran.

"Nenek moyang kita tahu betul bagaimana cara membuka lahan sawit yang benar. Mereka membakar tapi memilih tempat yang sesuai dan tidak menimbulkan asap seperti yang terjadi saat ini. Untuk itu, kami meminta bantuan penegak hukum untuk menutaskan pihak-pihak yang menyalahi hukum," tegasnya.

Berdasarkan data yang dimiliki Disbun Riau, luas seluruh perkebunan yang ada di Riau tercatat seluas 3.543.714 hektare atau 3,54 juta hektare. Sementara, dari total keseluruhan itu, 2,4 juta hektare-nya merupakan perkebunan kepala sawit. Sisanya merupakan jumlah gabungan dari perkebunan karet, kakao, kelapa butir dan sagu. ***