JAKARTA - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri berhasil membongkar jaringan penyebar ujaran kebencian atau hate speech dan SARA melalui media sosial (medsos) bernama Saracen. Ternyata, jaringan ini menerima orderan dengan tarif mulai Rp75 juta hingga Rp100 juta.

Kasubdit 1 Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Irwan Anwar menjelaskan, anggota sindikat jaringan ini memilii beragam konten ujaran kebencian dan SARA yang tengah berkembang. "Mereka menggunakan proposal untuk membuat penawaran. Dalam satu proposal yang kami temukan, itu kurang lebih setiap proposal nilainya puluhan juta rupiah," ujar Irwan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (23/8/2017).

Sindikat penebar kebencian ini diketahui memiliki ribuan akun. Mereka juga berbagi tugas untuk mengunggah konten pro dan kontra terhadap suatu isu. "Misalnya kurang lebih 2.000 akun itu dia membuat meme menjelek-jelekkan Islam, ribuan lagi kurang lebih hampir 2.000 juga menjelek-jelekkan Kristen. Itu yang kemudian tergantung pemesanan," jelas Irwan.

Sementara itu, Kasubag Ops Satgas Patroli Siber Bareskrim Polri AKBP Susatyo Purnomo menuturkan, angka yang ditawarkan dalam setiap proyek ujaran kebencian dan SARA oleh Saracen ini mencapai Rp 100 juta. ''Dia menawarkan ya senilai Rp 75 juta sampai Rp 100 juta, itu atas proposal ya,'' ujar Susatyo.

Kendati pihaknya belum bisa memastikan harga riil per proposal. Apalagi polisi masih terus menggali siapa saja yang pernah membeli jasa Saracen untuk menebar kebencian dan SARA ini. "Makanya kami masih mendalami, karena kan kami belum cek betul apakah itu hanya ajuan mereka dan sebagainya," kata Susatyo.

Dalam kasus tersebut, Polisi menangkap tiga tersangka yakni JAS (32), MFT (43), dan SRN (32). Ketiganya terdaftar dalam satu kelompok bernama Saracen.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, JAS berperan sebagai ketua kelompok Saracen, MFT sebagai koordinator bidang media dan informasi, dan SRN sebagai koordinator grup wilayah. JAS ditangkap di Pekanbaru, Riau, pada 7 Agustus 2017, sedangkan MFT ditangkap di kawasan Koja, Jakarta Utara pada 21 Juli 2017. Adapun, SRN ditangkap di Cianjur, Jawa Barat, pada 5 Agustus 2017.

"Barang bukti yang disita dari JAS ada 50 SIM card berbagai operator, 5 hardisk CPU, 1 HD laptop, 4 ponsel, 5 flashdisk, dan 2 memory card. Dari MFT 1 ponsel, 1 memory card, 5 SIM card, dan 1 flashdisk. Dari SRN 1 laptop plus hardisk, 2 ponsel, 3 SIM card, dan 1 memory card," ujar Irwan. ***