JAKARTA - Rapat internal Komisi VII DPR pada Rabu (19/9), memutuskan untuk menginisiasi pengajuan Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (UU EBT) untuk dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019.

Menurut Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu isu EBT ini menjadi perhatian komisi bidang energi karena Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Paris melalui UU No. 16 Tahun 2016 yang erat kaitannya dengan perubahan iklim dan emisi.

Di sisi lain kata dia, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber daya Manusia (ESDM) juga telah membuat satu roadmap bahwa pada 2025 nanti, bauran EBT nasional harus sudah mencapai 23 persen. Itu hanya 7 tahun lagi. Sementara saat ini baurannya baru di angka 8 persen.

Faktanya kata dia, energi fosil nasional secara umum, saat ini jumlahnya terbatas, dan telah diekspploitasi selama puluhan tahun.

Ia mencontohkan, misalnya minyak bumi. Menurut politisi Gerindra ini, cadangannya diprediksi hanya tersisa untuk 10 tahun ke depan. Artinya dari sekarang kita harus migrasi ke energi yang lain.

"Karena diikat UU tentang Ratifikasi Perjanjian Paris, meskinya energi baru terbarukan menjadi prioritas. Maka kami dari Komisi VII dalam rapat tadi menyepakati, untuk mengajukan ke prolegnas, RUU Energi Baru Terbarukan. Kami mau kawal ini, karena political will pemerintah untuk EBT ini belum optimal, padahall wajib itu," kata Gus Irawan saat ditemui di DPR, Rabu malam (19/9/2018).

Saat ini, lanjutnya, ada salah satu proyek EBT yang sedang berjalan. Yakni Pembakit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan berkapasitas cukup besar, yakni 510 MW. Namun pembangunannya sedang diganggu dengan isu lingkungan oleh NGO atau LSM lokal maupun Internasional.

NGO tersebut membangun opini bahwa pembangunan PLTA Batang Toru dapat memgancam ekosistem spesies yang sangat langka yakni Orang Utan Tapanuli. "Memang betul spesies itu ada dan sudah sangat langka. Nah ada NGO, LSM di lokal yang main-main ini, coba ganggu-ganggu. Lalu kemudian dimasuki NGO asing, sedang mencoba meributkan ini," paparnya.

Namun demikian, dalam rapat kerja dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan, kata dia, proyek ini tetap dilanjutkan.

Dari aspek lingkungannya, Menteri LHK Siti Nurbaya berkaitan dengan hutan dan konservasi, juga disepakati bahwa spesies langka Orang Utan harus dilindungi, lingkungan tetap dijaga dan sumber daya alam tetap dieksploitasi untuk memberikan mamfaat tidak hanya bagi negara tapi jiga masyarakat. "Jadi dua-dua jalan. Ibu menteri LHK juga firm, tetap jalan tapi lingkungan dijaga. Besok kami komisi tujuh akan meninjau pembangunan PLTA ini," ungkap politikus asal Sumut ini.

Di sisi lain, pihaknya juga meminta Kementerian ESDM maupun KLHK untuk mewajibkan perusahaan yang memgerjakan pembangunan PLTA Batang Toru, agar menjaga lingkungan, termasuk ekosistem Orang Utan Tapanuli.

Poinnya, ke depan pemerintah harus lebih banyak bergerak di sektor EBT. Apalagi potensi di Indonesia sangat melimpah. Baik air, banyu, panas bumi maupun matahari.

"Makanya kami menggagas UU EBT, supaya mengikat. Kalau tanpa UU saya khawatir pemerintahan sekarang tidak memberi perhatian pada EBT. Faktanya memang sepanjang pemeritahan sekarang ini tidak ada terobosan untuk sektor EBT ini," pungkasnya.***