PEKANBARU - Prof. Abdul Basit Qudah dari University of Al-Basra Iraq menanam empat batang pohon kurma di halaman masjid Al Munawwaroh Universitas Islam Riau Kampus Perhentian Marpoyan Pekanbaru, Jum'at siang (20/4/2018).

Penanaman itu berlangsung usai guru besar tersebut menyampaikan Kuliah Umum bertajuk, 'Prospek Riset dan Budidaya Tanaman Kurma di Indoensia (Prospects Risearch and Cultivation Date Palm in Indonesia). Kegiatan yang diselenggarakan Prodi Agrotekhnologi Fakultas Pertanian UIR ini dihadiri Dekan Fakultas Pertanian Dr. Ir. Ujang Paman, Sekretaris Umum YLPI Riau, H. Sudarmo Hasan MA, dan sejumlah Dosen seperti Drs. H. Rustam Effendi, H. Syafruddin Sa'an, Lc., M.A.

Empat batang pohon kurma itu dibawa sendiri oleh Prof. Abdul Basit dari Iraq untuk dibudidayakan di Uiversitas Islam Riau. Wakil Dekan III Fakultas Pertanian, Fathurrahman, SP., M.Sc menyebutkan, bibit yang dibawa Prof. Basit adalah baari, jenis bibit yang diyakini cocok ditanam dengan gedografis dan suhu di Indonesia termasuk di Pekanbaru. ''Sama dengan jenis bibit yang ditanam di Thailand dan di beberapa masjid di Pekanbaru, antara lain masjid Al Falah Darul Muttaqiin. Juga yang dikembangkan di beberapa daerah di Riau,'' kata Fathurrahman di Kampus UIR Pekanbaru, Jum'at siang (20/4).

Dijelaskan Fathurrahman, menurut Prof. Abdul Basit, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam budidaya pohon kurma di Indonesia. Yakni bibit, pemeliharaan atau perawatan dan lingkungan. Bibit yang cocok ditanam di negeri ini harus bibit yang jenisnya sesuai dengan geografis Indonesia sebagai daerah tropis.

''Kenapa banyak kita lihat tanaman kurma mati, itu karena bibitnya tidak cocok dengan suhu daerah kita yang panas. Beda dengan Thailand, di sana budidaya kurma termasuk yang berhasil lantaran geografisnya berada di daerah sub tropis sehingga tanaman kurma dapat beradaptasi dengan lingkungan,'' ujar Fathurrahman.

Ahli Pertanian UIR ini melanjutkan, salah satu jenis bibit yang cocok dengan geografis Indonesia adalah baari. Kata Profesor Abdul Basit, berdasarkan kajiannya varitas baari cocok hidup di daerah bersuhu tinggi dengan suhu optimum 18-28 derjat cilcius. Sepanjang perawatannya bagus, tanaman kurma akan tumbuh baik. ''Ini sudah kita buktikan. Beberapa budidaya tanaman kurma yang jenis bibitnya baari bisa hidup bahkan bernilai ekonomis bagi yang menanam. Kita akan memperbanyak bibit ini melalui kultur jaringan untuk mendapatkan bibit tanaman betina,'' kata Fathurrahman.

Menurut Fathurrahman, tanaman kurma lebih bernilai ekonomis dibanding sawit yang sudah berkembang di Riau. Berdasarkan kajiannya perbandingan kurma dengan sawit adalah satu berbanding 100. Harga jualnya juga lebih mahal. Satu kilogram kurma bisa mencapai Rp 300ribu lebih sementara sawit hanya berkisar Rp 1.500 perkilo. Belum lagi khasiatnya. Jadi, ia yakin, bila terus dibudidayakan kurma bukan tak mungkin dapat menggantikan posisi sawit.

''Minat masyarakat menanam kurma sudah mulai tumbuh karena dipancing oleh Thailand. Kurma juga tanaman yang disunnahkan oleh Nabi Muhammad SAW,'' tukas Fathurrahman. (rls)