PEKANBARU - Dewan Pendidikan Provinsi Riau bersama Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) dan Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Riau mulai menggelar pertemuan untuk membahas topik silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) Budaya Melayu sebagai muatan lokal (Mulok).

Ketua Dewan Pendidikan Riau, Zulkarnaen Noerdin SH MH mengatakan, bahwa mulok sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam aturan tersebut, kurikulum harus memperhatikan keragaman potensi daerah dan lingkungan.

"Kurikulum pendidikan dasar dan menengah, wajib memuat muatan lokal. Siapa yang berkewajiban? Pada dasarnya adalah pemerintah, atau Dinas Pendidikan sebagai pelaksana," kata Zulkarnaen ketika ditemui di ruang rapat kantor Dewan Pendidikan Provinsi Riau, Gedung UPT Teknologi dan Komunikasi Pendidikan, Jalan Sarwo Edhi Nomor 3 Pekanbaru, Kamis (18/10/2018).

Menurut Zulkarnaen, sebenarnya di Riau sudah mengajarkan mulok sejak lama. Hanya saja, mulok yang diterapkan belum maksimal dan baru sebatas pelajaran tulisan Arab Melayu.

Padahal, imbuh Datuk Zulkarnaen ini, mulok budaya Melayu Riau sebenarnya beragam dan banyak yang harus diajarkan kepada siswa.

"Kalau bicara budaya, sebenarnya banyak sekali. Seperti seni, adat istiadat, permainan rakyat dan sebagainya," ungkapnya.

Mulok budaya Melayu Riau ini juga, kata Zul, sudah ditegaskan dalam Peraturan Gubernur Nomor 72 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau.

"Dalam Pergub ini juga sudah dipertegas, bahwa setiap sekolah harus melakukan proses belajar muatan lokal," ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Dewan Pendidikan Riau, Dr Fakhri Ras mengatakan, bahwa dalam penerapan mulok budaya Melayu Riau ini, sudah jelas landasan hukumnya. Landasan tersebut, menjadi acuan dalam membuat kurikulum, silabus, dan buku sebagai bahan ajar.

"Itu sudah dilakukan oleh Dinas Pendidikan bersama LAM Riau 2017. Sudah dibicarakan juga tentang dapodik gurunya," sebutnya. ***