MANADO - Rancangan Undang-Undang Daerah Kepulauan merupakan bukti keberpihakan DPD terhadap Daerah Kepulauan, mengisi kekosongan hukum, dan upaya menghadirkan negara di Daerah Kepulauan.

Hal ini disampaikan Benny Rhamdani, Senator Sulut yang juga Ketua Komite I DPDRI, dalam kegiatan sosialiasi RUU Daerah Kepulauan, inisiatif DPD RI di Ruang Rapat Gubernur Sulut, CJ Rantung, Selasa (18/12).

Benny juga menekankan, pentingnya adanya perlakuan khusus (special treatment) terhadap daerah kepulauan. DPD RI kata dia, memandang secara sosiologis kondisi daerah kepulauan sangat memprihatinkan; bias pembangunan daratan daripada kepulauan, terbatasnya sarpras dan terbatasnya infrastruktur, biaya transportasi yang mahal.

"Terbatasnya aksessibilitas khususnya pendidikan dan kesehatan; dan kualitas SDM yang masih belum baik. RUU ini hadir sebagai special treatment bagi berbagai persoalan kepulauan yang juga perbatasan," tandasnya.

Urgensi disusunya RUU Daerah Kepulauan untuk mengisi kekosongan hukum yang mengatur mengenai pengelolaan Daerah Kepulauan. Tiga dimensi utama yaitu: Ruang Pengelolaan, Kewenangan, dan fiskal atau pembiayaan melalui Dana Khusus Kepulauan (DKK). DKK usulan DPD, 5% dengan begitu Provinsi menerima 1 Triliyun dan Kab/kota 200 miliyar per tahun dari APBN.

Menurut Brani (sapaan akrab Senator Benny Rhamdani), Ada tiga kesialan kawasan timur Indonesia yang notebennya merupakan daerah kepulauan:

1. Belum ada satupun regulasi yang memaksa negara hadir di wilayah timur (kepulauan) indonesia, 2. Sistem keterwakilan politik kita menimbulkan ketidakadilan dari segi keterwakilan daerah yang duduk di Parlemen, 60% representasi Barat, 20% representasi daerah timur.

3. Formulasi perhitungan yang masih menggunakan jumlah Penduduk. Dimana wilayah barat mempunyai jumlah penduduk yang jauh lebih banyak dari penduduk yang ada di wilayah Timur.

"Secara finansial dan keterwakilan jelas lebih menguntungkan kawasan barat Indonesia," paparnya.

Brani juga menyampaikan, proses perumusan RUU cukup alot dan membutuhkan perjuangan yang tidak mudah, awalnya Provinsi Sulut tidak memenuhi prasyarat sebagai Daerah Kepulauan, akan tetapi berdasarkan proses dan dialog yang dilakukan antara Timja dan tim ahli RUU akhirnya Sulut masuk sebagai salah satu Provinsi Kepulauan.

"Proses masuknya Sulut tidak otomatis, akan tetapi membutuhkan waktu,pertimbangan, dialaog, analisis, alhamdulillah Puji Tuhan, akhirnya Sulut menjadi salah satu provinsi Kepulauan yang salah satu pertimbangannya karena faktor historis dimana Sulut salah satu inisiator kepulauan," ujarnya.

Sedangkan Ketua Tim Ahli RUU dalam paparannya, Dr. Basilio Aroujo Diaz menyatakan bahwa dalam proses penyusunan RUU ini, kami menemukan fakta bahwa dari 30 UU yang kami analisis, tidak ada satupun udang-undang yang berbicara mengenai pengelolaan daerah kepulauan. RUU ini melawan persepsi umum mengenai ahli-ahli hukum laut yang pada umumnya kurang sepakat adanya RUU dengan nama Daerah Kepulauan yang dianggap merepresentasikan negara dalam negara. Akan tetapi bahwa RUU ini tidaklah bertentangan dengan hukum laut dan tidak membentuk negara dalam negara sama halnya dengan UU Kepulauan Riau untuk UU Kepulauan dan UU Puncak jaya untuk UU Pegunungan.

"Negara ini bukan negara yang bercirikan kepulauan melainkan memang negara kepulauan yang didalamnya ada daerah-daerah kepulauan yang perlu diatur dengan UU tersendiri. RUU ini tidak mengganggu UU Pemda melainkan memperkuat pengelolaan daerah kepuluanan oleh Pemda Kepulauan. RUU berusaha mengembalikan wilayah kelola laut kab/Kota dan Provinsi Daerah Kepulauan," urainya.

Sementara itu, Edison, yang mewakili Gubernur Sulut menamini perlunya special treatmen terhadap daerah-daerah pulau. Edison menyatakan bahwa Daerah Kepulauan di Sulut juga merupakan Daerah Perbatasan. Dimana Pulau-Pulau yang ada berbatasan langsung dengan negara Philipina.

Sulut kata dia, memiiki 238 ribu pulau dimana 260 tidak berpenghuni. Dengan 12 diantaranya berada di wilayah perbatasan. Pulau Miangas dan Marore berhadapan langsung dengan Philipina.

"Posisi strategis tersebut membutuhkan pendekatan khusus," katanya.

Mantan Bupati Kepulauan Sangihe, Winsulangi Salindeho, menyatakan bahwa Kepulauan indentik dengan wilayah Perbatasan dimana terdapat sejumlah keterbatasan yaitu: 1) identik dengan wilayah terisolir; 2) tingkat kemiskinan sangat tinggi seperti Pulau Kabio dikarenakan keterbatasan transportasi harga jual ikan yang rendah; 3) kualitas pendidikan yang rendah; 4) keterbatasan guru-guru dan tenaga kesehatan; dan 5) biaya transportasi yang mahal. Oleh karena itu diperlukan perlakuan khusus.

Kegiatan sosialiasai RUU Daerah Kepulauan Inisiatif DPD ini ditutup dengan suatu kesepahaman bersama bahwa Daerah Kepulauan harus diperjuangkan bersama-sama dengan melibatkan seluruh staekholders.

Dalam pertemuan tersebut, hadir dari Komite I hadir juga pimpinan Komite I, Senator Jacob Essau Komigi dari Papua Barat (Wakil Ketua), Senator Fahira Idris dari DKI Jakarta (wakil Ketua), dan Senator Fahrur Razy dari Aceh (wakil Ketua). Senator Tellie Gazali dari Bangka Belitung, Senator Djaserman Purba dari Kepulauan Riau, Senator Syafurdin Atasoge dari Nusa Tenggara Timur, dan Senator Eni Sumarni dari Jawa Barat serta Ketua Tim Ahli RUU Daerah Kepulauan Bassilio Araujo. ***