JAKARTA - Mantan Ketua DPR Setya Novanto alias Setnov divonis 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Setnov dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik (e-KTP), yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.

"Mengadili terdakwa Setya Novanto terbukti sebagaimana dalam dakwaan kedua, menjatuhkan Pidana dengan pidana 15 tahun dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan," kata ketua majelis hakim Yanto membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4).

Hakim juga menjatuhkan pidana untuk Setya Novanto membayar uang pengganti sekira USD 7,4 juta dikurangi pengembalian uang Rp 5 miliar yang telah diterima KPK. Dengan ketentuan apabila tidak dibayar 1 bulan, harta benda akan disita dan dilelang. Bila harta tidak mencukupi, maka diganti pidana penjara 2 tahun.

Majelis hakim juga mencabut hak politik Setya Novanto selama 5 tahun dan tidak boleh menduduki jabatan publik dalam waktu itu.

Atas putusan itu, Setya Novanto dan kuasa hukumnya menyatakan pikir-pikir.

Sebelumnya jaksa KPK telah menuntut Novanto pidana penjara selama 16 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Selain itu, Jaksa KPK menuntut supaya Setya Novanto membayar uang pengganti sekira USD 7,4 juta dikurangi pengembalian uang Rp 5 miliar yang telah diterima KPK, serta dicabut hak politiknya selama 5 tahun.

Setya juga mendapat tuntutan supaya membayar uang pengganti sekira USD 7,4 juta dikurangi pengembalian uang Rp 5 miliar yang telah diterima KPK, serta dicabut hak politiknya selama 5 tahun.

Dalam kasus ini, Jaksa KPK melihat Setya Novanto terbukti menerima uang hasil korupsi e-KTP senilai 7,4 juta dollar AS.

Setya Novanto diduga berbuat korupsi e-KTP dengan cara mengintervensi Pejabat Kementerian Dalam Negeri dan menyalahgunakan wewenangannya di DPR RI.

Setnov dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Vonis tersebut dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, yang dipimpin oleh hakim Yanto serta anggota hakim Emilia Djajasubagia, Anwar, Ansyori Syarifudin, dan Franky Tambuwun. ***