JAKARTA - Setya Novanto, terdakwa kasus korupsi e-KTP, lebih banyak memejamkan mata saat mendengarkan majelis hakim membacakan fakta hukum dalam sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, hari ini. Setya bahkan terlihat beberapa kali menundukkan kepalanya dengan mata terpejam.

Setelah beberapa kali kepalanya menunduk, Setya tampak duduk tegak. Ia pun memandang ke arah majelis hakim yang sedang membacakan fakta-fakta hukum. Namun, selang semenit, Setya kembali memejamkan matanya.

Sidang Setya Novanto dengan agenda pembacaan putusan ramai pengunjung. Hal ini berbeda dengan sidang-sidang sebelumnya. Sisi kiri dan kanan ruang sidang dipenuhi para wartawan yang hendak meliput jalannya sidang.

Istri Setya, Deisti Astriani, duduk di deretan kursi paling depan. Seorang perempuan memeluknya. Tempo sempat meminta wawancara sebelum sidang, tetapi Deisti menolak memberikan keterangan apa pun.

Sidang putusan Setya Novanto mulai berlangsung pukul 10.55, molor 55 menit dari jadwal. Majelis hakim pun kemudian membacakan fakta-fakta hukum yang menjadi pertimbangan putusan.

Sebelum sidang, Setya mengatakan dirinya berharap mendapatkan hukuman seringan-ringannya. Ia mengatakan menyerahkan semua keputusan kepada hakim.

"Mudah-mudahan diputuskan seadil-adilnya dan seringan-ringannya. Kita serahkan semuanya kepada Allah SWT," kata Setya saat baru turun dari mobil di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat.

Dalam pertimbangannya, hakim mengatakan Setya Novanto menerima imbalan proyek e-KTPsebesar 7,3 juta USD. Hakim juga menyebut Setya menerima satu jam tangan merek Richard Mille seharga USD 135 ribu.

Setnov dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi proyek pengadaan KTP Elektronik (e-KTP), yang ditaksir merugikan negara hingga Rp2,3 triliun.

"Mengadili terdakwa Setya Novanto terbukti sebagaimana dalam dakwaan kedua, menjatuhkan Pidana dengan pidana 15 tahun dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan," kata ketua majelis hakim Yanto membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (24/4).

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu juga dihukum membayar uang pengganti sejumlah US$7,4 juta dikurangi uang yang telah dikembalikan sebesar Rp5 miliar subsider 3 tahun.

Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut Setnov dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun.

Setnov dinilai terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Vonis tersebut dibacakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, yang dipimpin oleh hakim Yanto serta anggota hakim Emilia Djajasubagia, Anwar, Ansyori Syarifudin, dan Franky Tambuwun.

Sebelumnya jaksa KPK menuntut Setya Novanto dihukum 16 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Jaksa menilai Setya terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyeke-KTP.

Selain itu, jaksa KPK meminta Setya membayar uang pengganti sebesar US$ 7,435 juta dikurangi Rp 5 miliar, seperti yang sudah dikembalikan oleh Setya. Uang pengganti itu harus dibayarkan kepada KPK selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

Jaksa KPK juga meminta hak politik Setya Novanto dicabut. "Mencabut hak terdakwa dalam menduduki jabatan publik selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pemidanaan," ujar jaksa Abdul Basir pada Kamis, 29 Maret 2018.***