BANDUNG - Staf Ahli Bidang Olahraga Kemenpora, Taufik Hidayat angkat bicara soal pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat 2016.

Legenda bulutangkis Indonesia ini menilai pelaksanaan pesta olahraga nasional empat tahunan di Tanah Legenda lebih mengutamakan kepentingan daerah sehingga tidak maksimal dalam mendukung prestasi olahraga Indonesia ke depan. 

Makanya, Taufik yang mendapat tugas sebagai staf ahli membawahi Deputi IV Bidang Olahraga Prestasi Kemenpora, KONI, KOI, dan Satlak Prima sepakat dengan keinginan Menpora Imam Nahrawi yang meminta pelaksanaan PON ke depan  fokus mempertandingkan cabang olahraga (cabor) Olimpiade dan dilakukan pembatasan usia bagi peserta.

"Ya, kita memang harus fokus mempertandingkan cabor Olimpiade dan usia atlit yang tampil juga harus dibatasi di PON XX 2020. Kalaupun ada penambahan cabor harus disesuaikan dengan cabor yang dipertandingkan di SEA Games. Kebijakan ini harus dilakukan sekarang, kalau tidak kapan lagi?," katanya di Bandung, Sabtu (24/9/2016) malam. 

Mengenai pelaksanaan PON yang harus fokus pada cabor Olimpiade dan pembatasan usia atlit yang tampil, kata Taufik, harus ditetapkan dengan  Keputusan Menteri (Kepmen) atau Keputusan Presiden (Keppres). Dengan demikian, kebijakan itu tidak mengalami perubahan jika terjadi pergantian pemerintahan. 

Jumlah cabor dan medali yang diperebutkan di PON terus meningkat. Pada PON XVIII/Riau 2012 dipertandingkan 43 cabor dengan memperebutkan 600 medali emas. Di PON XIX Jawa Barat 2016 dipertandingkan 44 cabor dengan 750 medali emas yang diperebutkan.

"Banyaknya jumlah cabor yang dipertandingkan dipastikan akan memberatkan tuan rumah PON dalam menyiapkan anggaran untuk pembangunan venus-venus dan pelaksanaan. Begitu juga dengan banyak medali akan menambah beban Pemerintah Provinsi (Pemprov) menyediakan bonus bagi atlet berprestasi. Hitung saja berapa besar jumlah bonus yang harus dikeluarkan Pemprov Jabar yang begitu banyak meraih emas," katanya. 

Mengenai kebijakan pembatasan usia atlit, kata Taufik, tujuannya agar terjadi regenerasi dan atlet senior bisa lebih fokus menyiapkan diri menghadapi ajang multi event atau program event internasional yang telah disusun induk organisasinya (PB/PP).

"Berikan kesempatan atlit muda untuk berkembang. Kalau atlit senior yang sudah berprestasi di Olimpiade atau Asian Games tampil di PON jelas saja mereka menang. Pembatasan usia ini juga bisa menghindari adanya kasus atlit senior yang menolak tampil di event internasional hanya karena ingin mengejar bonus atau dipaksa membela daerah di PON," katanya. 

Di PON, Taufik tercatat hanya sekali tampil setelah menjadi juara pada PON Sumsel 2004. "Saya menolak tampil di PON 2008 karena saya ingin memberikan kesempatan kepada atlit muda. Bonus itu tidak perlu dikejar karena akan datang sendiri jika berprestasi," ungkapnya. 

Reward and Punishment

Ketika disinggung masalah program pembinaan olahraga ke depan, Taufik yang juga Wakil Ketua Satlak Prima mengaku akan mendorong pemerintah untuk menyiapkan bantuan anggaran pembinaan terhadap cabor sesuai prestasi pada ajang multi event. Anggaran prioritas utama untuk cabor berprestasi di Olimpiade. Berikutnya cabor berprestasi di Asian Games dan terakhir cabor berprestasi di SEA Games.

"Bulutangkis yang menyumbang medali 1 emas dan angkat besi dengan dua perak untuk kontingen Indonesia di Olimpiade Rio de Janeiro 2016 akan menjadi prioritas utama," katanya. 

Penetapan anggaran prioritas yang akan dilakukan Kemenpora itu, kata Taufik, menggunakan sistem reward and punishment terhadap cabor berprestasi. Hal ini bertujuan agar terjadi persaingan di antara cabor Olimpiade.

"Prioritas cabor bulutangkis dan angkat besi bisa saja berubah jika keduanya tidakberprestasi.di Olimpiade. Posisi keduanya bisa saja digantikan cabor lain. Reward and punishment harus diberlakukan," katanya.  ***