JAKARTA - Pembentukan badan baru sebagai operator ibadah haji dan umroh yang diatur dalam Rancangan Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh kembali menuai perdebatan dalam rapat kerja Komite III DPD RI dengan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin di Ruang Kerja Komite III, Komplek Parlemen Senayan, Selasa (27/9).

Dalam pemaparan awalnya, Lukman Hakim menjelaskan RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh yang saat ini tengah disusun oleh DPD RI memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihannya antara lain, RUU ini mengatur secara detail tentang pengaturan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh sehingga pengaturan pelaksanaan haji bisa berjalan lebih cepat dan terorganisir dengan baik.

Selain, itu kelebihan lainnya adalah pengganti UU Nomor 13 Tahun 2008 ini mengatur lebih banyak tentang penyelenggaraan umroh dan mampu mengakomodir hal-hal yang belum diatur dalam peraturan pelaksanaannya.

''Setidaknya kami mencatat lima hal positif dari RUU yang diajukan oleh DPR ini, seperti pengaturan tentang BPIH secara lebih rigid, penetapan kuota di tingkat provinsi hingga kabupaten kota, pengaturan umroh yang lebih banyak, ketentuan pidana yang lebih berat dan ketentuan lainnya yang selama ini diatur dalam PP maupun Permen turut diakomodir dalam RUU ini,'' ujarnya.

Namun, Ia menilai RUU ini tidak lepas dari kekurangan. Salah satunya pasal yang mengatur tentang pembentukan badan baru sebagai operator ibadah haji dan umroh. Menurutnya, hal ini justru kontra produktif karena tidak hanya akan memakan biaya yang sangat besar tapi juga perangkat lunak dan sistem organisasi yang harus disiapkan.

''Ini akan menyita biaya sangat luar biasa besarnya, pembangunan fisik dan juga struktur organisasi. Kami yang punya struktur tersendiri sampai ke daerah saja belum bisa sempurna, padahal sudah garis komando. Bayangkan lembaga sendiri yang tidak punya garis komando seperti ini problemnya akan luar biasa,'' tegasnya.

Menanggapi hal itu, anggota Komite III DPD RI, Emma Yohana juga meragukan pembentukan badan baru sebagai operator ibadah haji dan umroh. Ia menilai, pembentukan badan baru hanya akan menambah beban APBN.

''Kemenag saja yang sudah memiliki struktur paling lengkap sampai tingkat kecamatan masih belum sempurna, apalagi jika ada badan baru. Ini seakan-akan hanya bagi-bagi jatah dan dari segi cost juga sangat besar sekali,'' tutur senator asal Sumatera Barat itu.

Sementara itu, anggota Komite III DPD RI, Eni Khairani mengapresiasi pembentukan Badan Pengelolaan Keuangan Haji. Menurutnya, dasar pembentukan badan itu adalah pemisahan antara regulator dan operator.

''Badan ini berada di bawah Presiden dan akan punya kaki sampai ke daerah. Tapi ok lah, karena ini amanah UU, kita akan lihat gimana kerjanya dan tentunya kami akan tetap melakukan fungsi pengawasan,'' tambah senator asal Bengkulu ini. ***