JAKARTA - Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Junisab Akbar merasa heran dengan diamnya Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan jajaran kementeriannya atas dugaan pelanggaran regulasi dalam susunan direksi Garuda Indonesia yang baru.

Seperti diketahui Kementerian BUMN menunjuk Pahala N Mansuri sebagai Direktur Utama maskapai plat merah itu pada Rapat Umum Pemegang Sahan (RUPS) pada Rabu, 12 April 2017 lalu. Pahala menggantikan Arief Wibowo yang secara mendadak dicopot dari jabatannya.

"Ini bukaan soal RUPS nya, BUMN itu kan hanya menyiapkan talent pool nya saja, artinya BUMN hanya mengajukan orang untuk jadi Direksi di Perusahaan BUMN," terang Junisab, Rabu, (28/6/2017) di Jakarta.

Mantan Anggota Komisi III DPR RI itu menambahkan, bila menilik dari Civil aviation Safety Regulation (CASR) atau Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil yang mengadopsi Annex Annex dari ICAO, dan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu, dapat dilihat CASR diamandemen 10 Peraturan Menteri (PM) Nomor 107/2015 dan terakhir amandemen 11 PM Nomor 41/2016, sangat jelas menyebutkan, bahwa Key Personel, termasuk Dirut harus memenuhi kualifikasi melalui pelatihan, berpengalaman, dan Ahli, tentunya dalam bidang penerbangan.

"Dalam arti lain, key personel termasuk Dirut harus punya latar belakang penerbangan. Ini masalahnya, perusahaan penerbangan tidak bisa dimanage sembarang orang, ada regulasinya, dibuat oleh Kementerian Perhubungan selaku Regulator yang nantinya diawasi oleh Dirjen Perhubungan Udara," ujar dia.

Lanjut Junisab, disamping perubahan nomenklatur susunan Direksi Garuda yang menghilangkan posisi Direktur operasi dan Direktur teknik dari akta perusahaan, penunjukan Pahala menjadi perhatian khusus bagi pelaku penerbangan dan pengamat. Karena Pahala yang awalnya menjadi Direktur PT Bank Mandiri, kini duduk menjadi Dirut, penerbangan berlogo burung Garuda itu.

"Nah ini yang saya sesalkan kenapa Menhub membiarkan pelanggaran itu terjadi, dan persyaratan itu tertulis didalam aturan keselamatan penerbangan. Ini, perlu dipertanyakan niatan Menhub sampai membiarkan ini terjadi. Kalau Garuda dibiarkan berarti maskapai lain juga dibiarkan. Repot nanti kalau ada audit kepatuhan dari ICAO," tegas dia.

Perubahan CASR seperti terkutip dalam Amandemen ke 10, artikel 121.59 telah ditambahkan poin (d) dan seterusnya, yang sebelumnya hanya sampai poin (c) mengenai kebutuhan minimum manajemen sebuah maskapai atau management Personnel Required.

"Contoh perubahan yang signifikan adalah pada masa lalu bekas pilot bisa jadi Direktur operasi, tapi aturan baru yang sekarang hanya membolehkan pilot aktif dengan pengalaman yang spesifik yang bisa menjabat Direktur operasi," papar dia.

Untuk diketahui dalam CASR Amandemen ke 10, artikel 121.59 di poin d disebutkan dalam bahasa Inggris yakni; "The individuals who serve in the positions required or approved under paragraph (a) or (b) of this section and anyone in a position to exercise control over operations conducted under the operating certificate must-(1) Be qualified through training, experience, and expertise." Dan seterusnya.

"Apa yang terjadi di Garuda saat ini, saya nilai kesalahan yang fatal dan merupakan violation terhadap CASR dalam bentuk non compliance," tegas Junisab.

Dia menambahkan, tampaknya Kementerian BUMN telah memahami peraturan tersebut, namun tampaknya berlindung dibalik kebijakan regulator.

"Jika ini dibiarkan posisi Pahala itu, yang entah disebabkan apa, saya khawatir bukannya melakukan koreksi tetapi Menhub malah mengeluarkan aturan baru untuk menjustifikasi itu," tegas dia.

Junisab menekankan kalau saja itu terjadi maka kebijakan Menhub Budi Karya itu bisa menjadi preseden buruk di dunia penerbangan.

"Bahkan menjadi langkah mundur bagi penerbangan Indonesia dan akan mempengaruhi kebijakan regulator dimasa yang akan datang," tandas dia.***