JAKARTA - Komisi II DPR RI mendorong perangkat desa untuk mendapatkan kejelasan status kepegawaiannya. Hal tersebut terungkap dalam RDP Komisi II DPR RI dengan Kementerian dalam negeri yang juga dihadiri oleh Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) di ruang rapat Komisi II DPR RI, Senayan Jakarta beberapa waktu lalu.

Komisi II DPR RI mempertegas kembali status perangkat desa ini dalam sistem kepegawaian negara dengan memutuskan bersama-sama dengan Pemerintah untuk menerima permintaann dari Pengurus Tingkat Nasional (PTN) Persatuan Perangkat Desa Republik Indonesia (PPDRI), guna memiliki penghasilan setara dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil Negara (PNS) Golongan IIA.

Salah satu langkah untuk mewujudkan perjuangan tersebut antara lain melalui revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa atau Revisi PP 47/2015).

Hal ini diungkapkan Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan usai menerima delegasi Persatuan Perangkat Desa Republik Indonesia (PPDRI) dari Kabupaten Banjarnegara dan Kebumen di Gedung Kura-kura DPR RI, Senin (16/4/2018).

"Tadi kita menerima mereka setelah sebelumnya melaksanakan rapat RDPU dengan Komisi II terkait dengan status perangkat desa. Penuntutan hak mereka ini sebetulnya sudah diperjuangkan lama, dan alhamdulillah tadi Komisi II sudah sepakat dengan pemerintah, dimana status perangkat desa yang awalnya menginginkan status agar setara dengan ASN atau Pegawai Negeri Sipil bisa terpenuhi," ujar Taufik Kurniawan kepada GoNews.co.

Lanjut politisi PAN itu, Pemerintah dan Komisi II DPR sudah memutuskan setatus perangkat desa setara dengan pegawai negeri sipil golongan IIA. "Dan tentunya, soal hak tunjangan dan apapun terkait kesejahteraan mereka, akan kita masukkan ke anggaran APBN. Dan ini akan diteruskan dalam rapat berikutnya," tandasnya.

Kedepannya, pihak DPR RI juga akan segera melakukan revisi UU Desa. Karena menurutnya, UU Desa tersebut masih terdapat beberapa kelamahan dan perlu disempurnakan.

"Karena di dalam UU Desa tersebut secara redaksional belum ada  ketegasan status PNS dari perangkat desa itu," tandasnya.

Kemudian, dalam revisi UU Desa tersebut, Taufik Kurniawan juga menginginkan adanya perhatian khusus untuk mengakomodir Ketua RT dan Ketua RW. "Paling tidak, ini sudah ada daftar isian masalahnya, dan saya punya ide itu. Makanya sesegera mungkin kita akan revisi UU Desa itu. Jadi perlu ada kejelasan posisi RT dan RW, karena perangkat desa tidak akan maksimal tanpa didukung RT dan RW, lurah atau sekdes enggak akan bisa bekerja tanpa mereka, meraka ini ujung tombak," paparnya.

Selain itu, Taufik Kurniawan juga menyatakan, bahwa program satu milar satu desa, saat ini masih ditemukannya beberapa kendala dalam peruntukkanya.

"Istilah satu miliar satu desa yang sudah kita canangkan, Alhamdulilah sudah terlaksana, namun pada penerapanya masih banyak kendala. Kemudian soal anggaran desa yang mencapai Rp70 triliun ini juga aneh karena hingga saat ini masih ada ketimpangan desa miskin," jelasnya.

Ia melihat, dalam pelaksanaan dan peruntukan dana desa itu masih ada kendala. "Jadi saya menginisiasi revisi UU Desa ini, karena secara tekhnis UU Desa itu masih terhambat dengan  berbagai persoalan, apalagi ada Peraturan Menteri (Permen, red) yang isinya di luar undang undang, misalnya, harus ada PUMDES dan APBDES ini kan memberatkan," tandasnya.

Dengan demikian kata dia, saat ini masih ada aturan yang terlalu ketat dan merepotkan Kepala Desa. "Iya dong kasihan pak kadesnya. Dia kan bukan petugas administratif seperti pns yang ada di kementerian. Apalagi dipaksa dengan UU desa, ini jadi tidak maksimal, karena UU Desa  dengan Permen tersebut kadang tidak singkron. Apalagi dana desa juga penggunaan nya dibatasi, dari satu miliar satu desa tersebut, 70 persen untuk infrastuktur dan 30 persen untuk pembangunan operasional SDM. Selebihnya mereka tidak berani, nah misalnya ada kantor kepala desa rusak, tapi mereka tidak berani memaakainya, ini kan ironi. Ada dana desa tapi tidak bisa menggunakan, dan dipaksa, maka mereka akan terjerat kasus hukum. Ini yang harus kita selesaikan dengan merivisi UU Desa itu," pungkasnya. ***