JAKARTA - Informasi soal miringnya Gedung Nusantara I, di Kompleks Parlemen, Senayan, di mana para anggota DPR berkantor, ternyata tidak benar. Hal itu diperkuat dengan hasil audit gedung yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Informasi itu disampaikan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ahmad Djuned, dalam seminar bertema 'Rencana Pengembangan Kawasan Parlemen: Pembangunan Alun-alun Demokrasi dan Gedung DPR RI', Rabu (20/9).

Pascagempa pada 2009, kata dia, pihaknya sudah berkirim surat ke Kementerian PUPR untuk melaksanakan audit struktur pascagempa.

"Hasilnya, tidak ada kemiringan arah vertikal. Kemarin ada isu masalah kemiringan. Kami sudah dapatkan hasil audit Gedung DPR, tak ada kemiringan vertikal," kata Djuned.

Namun, ditemukan bahwa ada balok induk dan balok kolong yang terhubung di lantai 6 sampai lantai 23 gedung itu yang mengalami retak geser. Atas dasar rekomendasi kementerian, dilakukanlah injeksi ke dalam rongga akibat retak menggunakan bahan resin dengan tekanan.

"Injeksi sudah kami lakukan. Alhamdulillah audit PU, indikasi keretakan sudah bisa diperbaiki," katanya.

Namun demi mencegah kerusakan lebih jauh, Kementerian PU juga merekomendasikan agar ada pembatasan pembebanan. Salah satunya adalah saran agar setiap meter persegi gedung, beban maksimalnya tak lebih dari 200 kilogram.

"Adanya pembebanan terlalu over ini, maka kami memang ingin melakukan pembangunan gedung baru," kata Djuned.

Informasi soal gedung miring itu muncul saat proyek pembangunan DPR pertama kali hendak dieksekusi di periode 2009-2014. Rencana itu akhirnya dihentikan setelah salah satu kontraktor peserta lelang, PT Duta Graha Indah (DGI), terjerat ?kasus di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Salah satu petinggi PT DGI saat itu tertangkap tangan bertransaksi suap dengan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pemuda dan Olahraga Wafid Muharram, dan menyangkut juga anak buah dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M.Nazaruddin.***