JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan bahwa PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing dan PT Astra Honda Motor telah melakukan perjanjian penetapan harga dalam industri sepeda motor jenis skuter matik 110-125 CC di Indonesia, sesuai perkara 04/KPPU-I/2016 tentang dugaan kartel.

Dalam pembacaan putusan di gedung KPPU hari ini, Senin, 20 Februari 2017, KPPU memutuskan bahwa Yamaha dan Honda terbukti melakukan pelanggaran terhadap Pasal 5? Undang-Undang Nomor 5  Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal lima mengatur tentang penetapan harga di antara para pesaing.

Pasal 5 ayat 1 menyebutkan, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

Ayat 2 menyatakan, ketentuan ayat 1 tidak berlaku bagi perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan atau suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku. 

Majelis Komisi menghukum Yamaha dengan denda Rp 25 miliar dan Honda Rp 22,5 miliar. Denda tersebut harus disetor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha satuan kerja KPPU.

Sidang putusan tersebut dipimpin oleh Majelis Komisi yang terdiri dari Tresna Priyana Soemardi selaku Ketua Majelis serta R. Kurnia Sya’ranie dan Munrokhim Misanam sebagai Anggota Majelis Komisi.

Majelis Komisi menyebutkan Yamaha telah melakukan manipulasi data, karena itu denda yang diterima lebih berat dibandingkan Honda. Hukuman Yamaha tersebut sudah ditambah 50 persen dari besaran proporsi denda. Sedangkan untuk Honda, majelis hakim menilainya telah kooperatif, maka dendanya dipotong 10 persen.

Menanggapi hal itu, Penasehat Hukum dari Yamaha, Rikrik Rizkiyana mengatakan bahwa pihaknya akan berusaha membuktikan bahwa Yamaha tidak seperti yang dituduhkan. Sebab dalam prosesnya, menurut dia, KPPU melakukan banyak pelanggaran.

"Termasuk dilakukannya pemeriksaan di lapangan. Investigator mendatangi pelaku usaha, melakukan pemeriksaan, tanpa adanya pemberitahuan," ujar Rikrik pada saat ditemui seusai pembacaan sidang putusan.

Menurut Rikriknya, dalam pemeriksaan KPPU tidak mengajukan permintaan data atau tanpa menunjukkan identitas. "Saat mereka datang, mereka mengaku hanya sebagai tamu. Tidak menunjukkan identitas sebagai petugas dari KPPU," kata Rikrik.***