JAKARTA - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso 'blak-blakan' soal "borok" pada proses rehabilitasi pengguna narkotika di Indonesia.

Menurut Budi, proses itu penuh dengan praktik-praktik "wani piro" alias pemerasan. Pria yang akrab disapa Buwas itu menyebut, praktik "wani piro" sudah muncul sejak dalam proses penindakan hukum pertama, yakni ketika pelaku kejahatan narkotika ditangkap.

"Ketika (pelaku narkoba) ditangkap, ada peluang apa mau direhabilitasi atau dipidana, oknum Polri dan BNN itu 'wani piro'? Jadi uang lagi," ujar Buwas dalam acara diskusi di Kantor Kepala Staf Presiden, Jakarta, Rabu (26/10/2016).

Belum selesai sampai di situ, saat berkas perkara orang itu sudah sampai ke tangan penuntut, praktik "wani piro" juga masih saja ditemukan. "Nanti setelah selesai di Polri/BNN, masuk ke oknum di kejaksaan, dibegitukan lagi. Kamu mau saya tuntut pakai apa? Kurungan atau rehab? Demikian juga pas di hakim. Ini bahaya," lanjut Buwas.

Bahkan, ketika pengguna narkoba sudah masuk ke balai rehabilitasi, Buwas juga masih saja menemukan praktik pemerasan serupa. "Ada juga yang ditangkap, lalu masuk balai rehab, dia keluar uang. Padahal anggaran dari negara ada. Tapi yang direhab keluar duit juga. ini kacau nih," ujar dia.

Maka, tidak heran jika ada kasus pengguna narkoba yang sudah masuk balai rehabilitasi, bisa masuk kembali pada waktu mendatang hingga empat atau lima kali. Atas kondisi itu pula, BNN di bawah kepemimpinan Buwas lebih mengedepankan pencegahan dan penindakan.

Ia mengaku malu jika mengungkap data sudah berapa pengguna narkoba yang masuk balai rehabilitasi.

"Kalau tanya ke saya berapa yang direhabilitasi saat ini, saya malu menyampaikannya. Karena memang enggak bisa dipertanggungjawabkan. Umpamanya saya katakan, ada 50 ribu, tapi hasilnya kayak apa? Buktinya di tempat rehab saya (BNN) ada yang tiga empat kali masuk lagi. Pulang pergi, pulang pergi, enggak selesai-selesai. Setiap masuk tambah parah," ujar Buwas.

Oleh sebab itu, Buwas berharap agar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika segera direvisi.

Kajian BNN menyebut, seharusnya proses rehabilitasi bukanlah menjadi wewenang aparat penegak hukum, melainkan menjadi wewenang Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial. ***