JAKARTA - Kelapa Sawit Indonesia masih mendapat pencekalan di Uni Eropa (UE). Namun, pemerintah terus memutar akal untuk menciptakan pasar baru bagi emas hijau Indonesia tersebut.

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita tengah membidik beberapa negara untuk menjadi tujuan ekspor sawit Indonesia.

"Kita buka pasar baru di Afrika, Timur Tengah," kata Mendag Enggar saat ditemui di kantornya, pada Kamis Malam (5/7).

Kendati demikian, diplomasi sawit dengan UE pun akan tetap berjalan. Sebab, jika UE terus menolak sawit Indonesia maka hal tersebut bisa menciptakan sebuah trade war (perang dagang).

"Dengan UE sendiri kita meyakinkan kepada mereka, sebab kalau sekarang anda (UE) tidak mau dengan perang dagang, anda menyampaikan anda tidak suka Amerika, tapi basically dengan apa yang you lakukan (mencekal sawit) you start the trade war, so what the difference?," ujarnya.

Adapun pasar baru sawit saat ini baru memasuki tahap promosi. Namun, Mendag Enggar menegaskan ekspor sawit ke negara lain harus disertai perjanjian perdagangan sejak awal. "Kalau enggak, kita kena tarif tinggi," ungkapnya.

Mendag Enggar mengungkapkan telah merayu beberapa negara untuk bisa menerima sawit Indonesia.

"Saya kemarin ke Tunisia dan Maroko. Tunisia mudah-mudahan tahun ini kita bisa finalised PTAnya. Begitu selesai PTA, ada trust di antara kita, kita start lakukan FTA, sebab kalau mulai dengan FTA itu gak akan selesai 1 tahun, bisa 2-3 tahun. Kemudian yang dengan Australia saya harap selesai tahun ini, akhir tahun ini selesai. Indonesia-Australia CEPA. Kemudian Mozambik barangkali bisa tahun ini. Maroko kita harapkan di awal tahun depan tp kita akan kejar tahun ini."

Negara-negara Afrika tersebut dipilih sebagai pasar baru sawit Indonesia sebab ada perjanjian zero tarif. "Selain Afrika itu growing, sekarang dari Tunisia ke Eropa, Maroko ke Eropa dilihat dari peta itu dekat sekali, dan mereka ada perjanjian zero tarif. Demikian juga ke dalam Afrika itu, demikian juga dengan Timur Tengah. Di maroko sudah ada indomie, saya senang sekali, karena 50 persen ekspor dari Indonesia."***