PEKANBARU – Anggota Dewan Pers Hendry Ch Bangun mengingatkan bahwa perusahaan media massa wajib lolos verifikasi Dewan Pers. Pernyataan ini sekaligus untuk meluruskan adanya persyaratan yang dibuat beberapa humas Pemkab di Riau untuk media seperti yang dilakukan humas Pemkab Inhil yang mewajibkan media memiliki sertifikat SPS (serikat perusahaan surat kabar) untuk mendapatkan kerjasama.

Agar bisa lolos verifikasi Dewan Pers, perusahaan media tersebut haruslah berbadan hukum pers, dan melengkapi berbagai persyaratan lain seperti wartawannya mutlak memiliki sertifikat kompetensi.

Hendry yang menjabat Komisi Pendidikan dan Pengembangan Profesi Dewan Pers menegaskan, bahwa Dewan Pers merupakan satu-satunya lembaga yang menyatakan lolos atau tidaknya verifikasi perusahaan pers.

”Berdasarkan Statuta Dewan Pers yang disetujui pada 3 April 2013, fungsi dan tugas lembaga ini sebagaimana tercantum di dalam Bab III Pasal 5 huruf (g) berbunyi; Dewan Pers melaksanakan fungsi dan tugas: mendata perusahaan pers,” kata Hendry menjawab potretnews.com melalui pesan WhatsApp sebagaimana dikutip GoRiau.com, Minggu (2/10/2016) sore.

Dalam konteks penegakan aturan terkait perusahaan pers, Hendry yang juga Sekretaris Jenderal Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, mengajak semua pihak untuk menaati UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers dan semua peraturan yang diterbitkan Dewan Pers.

Menjawab pertanyaan apakah perusahaan media massa wajib bergabung atau menjadi anggota organisasi/perkumpulan/perhimpunan perusahaan pers, Hendry mengatakan tidak wajib. ”Di dalam Undang-Undang Pers Bab IV mengenai Perusahaan Pers mulai dari Pasal 9 hingga 14, tidak ada dikatakan wajib. Saya mengajak kita semua untuk mengikuti yang tercantum di dalam Undang-Undang Pers saja. Jangan ditambah-tambahi, atau dikurang-kurangi,” ucapnya.

Pendapat hampir senada bahwa menjadi anggota organisasi atau perkumpulan perusahaan pers tidak wajib, dikemukakan Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo.

Menurut pria yang akrab disapa Stanley itu, bergabung dengan asosiasi atau perkumpulan akan berguna meningkatkan kapasitas media dari sisi bisnis. Sementara, mengikuti uji kompetensi berguna untuk legitimasi dan akses peliputan, selain persyaratan dari Dewan pers terkait standar pengelola media.

Sebelumnya, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etik Pers, Dewan Pers, Imam Wahyudi mengungkapkan, sebanyak 75 persen dari 2 ribuan media cetak di Indonesia tak profesional. Data Dewan Pers menyebutkan hanya 567 media cetak yang dikategorikan media profesional. Selebihnya tak memenuhi syarat sesuai standar perusahaan pers yang dikeluarkan Dewan Pers.

"Ada yang belum berbadan hukum dan produk jurnalistiknya tak memenuhi prinsip jurnalistik," kata Imam Wahyudi dalam diskusi literasi media bersama jurnalis di Malang, Jumat 28 Juli 2016. Pertumbuhan perusahaan media tak diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia dan perusahaan pers yang memadai.

Sedangkan sebanyak 43.300 media siber (online), hanya 211 perusahaan yang dikategorikan perusahaan pers profesional. Untuk itu, Dewan Pers meminta lembaga publik untuk berhati-hati terhadap munculnya media abal-abal. Pelaku seolah berpraktik sebagai jurnalis profesional tetapi melanggar kode etik jurnalis.

"Bahkan ada yang memeras, itu pidana laporkan ke polisi," kata Imam. Media abal-abal muncul, katanya, karena perilaku koruptif di daerah. Sehingga mereka memanfaatkan itu untuk mengeruk keuntungan. Media abal-abal bermunculan terutama sejak pemerintah menggelontorkan dana bantuan operasional sekolah dan dana desa.

"Kepala Desa dan Kepala Sekolah menjadi kelompok rentan yang diperas pelaku media abal-abal," ujarnya. Tahun lalu, sebanyak 10 perusahaan pers yang dikeluarkan dari data perusahaan pers profesional karena berperilaku melanggar prinsip jurnalistik. Perusahaan tersebut beritikad buruk dan cenderung melakukan kejahatan seperti pemerasan.

Sebanyak empat provinsi yang dinyatakan daftar merah karena banyak pengaduan pelanggaran dan sengketa pemberitaan. Yakni Jakarta 394 pengaduan, Sumatera Utara 105, Jawa Barat 51 dan Jawa Timur 44 pengaduan. Sedangkan jumlah jurnalis profesional yang mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) kurang dari 10 ribu.

"Jika ditemukan ada pelanggaran berat Dewan Pers bisa mencabut sertifikat uji kompetensi,"katanya. Sementara itu, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurusa Daerah Jawa Timur, Hendro Sumardiko mengatakan diskusi ini menjadi bagian dari media literasi yang dilakukan IJTI.

"Masyarakat sudah melek media, sudah cerdas mengevaluasi dan menganalisis berita," ujar Hendro.***

Berikut ini adalah kutipan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers Bab IV mengenai Perusahaan Pers Pasal 9 s.d. 14

BAB IVPERUSAHAAN PERS

Pasal 9(1) Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.(2) Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia.

Pasal 10Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentukkepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.

Pasal 11Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.

Pasal 12Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamt dan penanggung jawab secara terbukamelalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamatpercetakan.

Pasal 13 Perusahaan pers dilarang memuat iklan:a. yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunanhidup antarumat beragama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;b. minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan yang berlaku;c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.

Pasal 14Untuk mengembangkan pemberitaan ke dalam dan ke luar negeri, setiap warga negara Indonesia dan negara dapat mendirikan kantor berita.