JAKARTA - Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp695,2 triliun untuk penanggulangan Covid-19 di Tanah Air.

Dikutip dari Sindonews.com, mulanya pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp405,1 triliun pada Mei 2020 . Kemudian, tiba- tiba angkanya naik menjadi Rp641,1 triliun.

Tidak berselang lama, anggaran penanganan Covid-19 naik lagi sebesar Rp677,2 triliun. Akhirnya, membengkak lagi, hingga menjadi Rp695,2 triliun.

Dari total anggaran penanganan Covid-19 tersebut, Rp87,55 triliun dialokasikan untuk anggaran kesehatan. Anehnya, meski anggaran untuk kesehatan sangat besar, namun masyarakat tetap harus membayar bila melakukan rapid test.

Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia yang juga Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat KH Cholil Nafis. Kiai Cholil turut mengkritisi biaya rapid test yang dibebankan kepada masyarakat, khususnya terhadap para santri yang akan kembali ke pondok pesantren (ponpes).

Kritik Kiai Cholil ini diungkapkan dalam Twitter pribadinya @cholilnafis. Dalam cuitannya, Kiai Cholil mempersoalkan alokasi anggaran negara yang terus naik untuk penanganan Covid-19. Namun, hanya untuk rapid test para santri saja, masih dipungut bayaran. Para santri itu diharuskan membayar Rp400.000 per orang saat rapid test di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta.

''Kemana ya, uang 405 T yg skrng naik 667 T. Ini anak2 santri mau balik ke pesantren harus rapit tes masih bayar. Lah anak saya minggu lalu mau ke malang utk lulusan sekolahnya di Airport Halim harus rapid tes Bayar 400 rb. Bener nihh serius nanya kemana uang kita sebanyak itu ya?,'' begitu cuitan Kiai Cholil.

Cuitan Kiai Cholil pun ditanggapi beragam. Salah satunya Faridism melalui akun @faridism yang juga mengeluhkan hal yang sama. Dia mengaku, anaknya juga diminta mengikuti rapid test dengan biaya Rp250.000. ''Kami kirim anak kami ke ponorogo. Rapid test bayar 250rb yai,'' ungkap Faridism.

Padahal, rapid test itu hanya berlaku selama 3 hari. Untuk rapid test tahap 3 juga sama berlaku untuk masa 7 hari. Dengan besarnya biaya ini, maka tidak mengherankan jika nantinya jual beli surat bebas Covid-19 akan marak kembali.***