JAKARTA -- Koordinator Psikologi Bidang Medis Tim Relawan Nasional Satgas Penanganan Covid-19 Dr Endang Mariani, MPsi mengatakan, munculnya keraguan sebagian masyarakat terhadap efektivitas vaksin Covid-19 merupakan reaksi yang wajar.

Sebab, pandemi Covid-19 yang ditimbulkan oleh virus corona SARS-CoV-2 masih baru dan vaksin yang akan diberikan tentunya juga hal baru. Beberapa vaksin bahkan masih dalam fase penelitian dan uji coba.

Namun, pengamat dan praktisi psikososial dan budaya lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini mengungkapkan, sebagian besar kalangan medis dan WHO meyakini bahwa vaksin merupakan salah satu solusi yang diharapkan mampu menjadi upaya preventif maupun mitigasi untuk mencegah, memutus, ataupun paling tidak memperlambat proses transmisi dan penularan suatu penyakit, termasuk Covid-19.

Dikutip dari Kompas.com, Endang menuturkan, berbagai penelitian di AS, Inggris, dan Indonesia menemukan bahwa lebih dari 50-60 persen masyarakat bersedia divaksin.

Namun dengan catatan, sudah ada rekomendasi dari health care providers, keamanan vaksin terjamin, tidak membahayakan kesehatan, efek samping sangat minimal, dam efektivitas vaksin telah teruji berdasarkan bukti klinis.

Menanggapi keraguan terhadap vaksin Covid-19, Endang yang juga tergabung dalam associate researcher Laboratorium Psikologi Politik Fakultas Psikologi UI mengatakan bahwa sebagai awam tentunya kebingungan di tengah berbagai informasi baik yang berasal dari kelompok anti-vaksin maupun pro-vaksin merupakan respons yang wajar.

''Apalagi kedua kelompok juga menyertakan berbagai bukti penelitian yang meyakinkan,'' kata Endang kepada Kompas.com, Selasa (22/12/2020).

''Belum lagi disebutkan banyaknya jenis vaksin yang siap diedarkan, semakin menambah kebingungan masyarakat,'' imbuhnya.

Beberapa pertanyaan yang mungkin muncul di masyarakat termasuk vaksin mana yang paling baik efektivitasnya, vaksin jenis apa yang paling cocok dan paling tidak berbahaya bagi kesehatan jangka pendek maupun jangka panjang, serta berbagai pertanyaan lain.

''Saran yang mungkin dapat saya sampaikan (kepada masyarakat) adalah tetap tenang. Tidak perlu panik. Sabar dan bijaksana dalam menghadapi berbagai polemik seputar vaksin,'' ucap Endang.

Satu perusahaan vaksin tidak akan mampu memproduksi cukup dosis untuk memberi vaksin pada 7,8 miliar orang dalam hitungan bulan.

Dia mengingatkan, kecemasan, ketakutan, kebingungan, kemarahan dan berbagai emosi negatif yang muncul akibat kesimpangsiuran informasi terkait vaksin, justru akan melemahkan imunitas tubuh.

''Sambil menunggu keyakinan terhadap vaksin terbentuk, sebaiknya tetap menjalankan protokol kesehatan,'' pesan Endang.

Terlepas dari hal ini, Endang berkata, sebenarnya manusia telah dilengkapi dengan kecerdasan tubuh alami (body intelligence) oleh Sang Pencipta.

Misalnya bagaimana tubuh secara otomatis mendeteksi apabila ada virus yang masuk dan bagaimana tubuh bereaksi dengan membentuk antibodi alami untuk memeranginya, adalah hal yang telah terbukti efektivitasnya.

''Mungkin cara mengaktivasinya yang perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh,'' ucapnya.

Sambungnya, bagaimana tubuh manusia bisa memproduksi hormon-hormon baik dalam tubuh untuk meningkatkan imunitas sudah dibuktikan dengan berbagai penelitian.

Terbukti dalam proses penyembuhan Covid-19, ditemukan banyak kasus sembuh tanpa diobati, meskipun telah terinfeksi. Tentunya ini berlaku bagi mereka yang memiliki gejala ringan.

''Salah satu tips yang kerap dibagikan adalah dengan memanage stress, sehingga tetap terkontrol dan tidak berlebihan, menjaga kesehatan tubuh dengan istirahat cukup, mengonsumsi makanan dan minuman bergizi, berolahraga teratur dan yang paling penting adalah berjemur sinar matahari di waktu dan dengan teknik yang tepat. Selain itu, berdoa tentu menjadi yang utama,'' ujarnya mengingatkan.

Saran penting lainnya, cari sumber informasi yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

''Jika membaca berita ataupun informasi di media, jangan hanya membaca headlinenya saja, tapi tuntaskan dengan memahami konten dan konteksnya. Dengan demikian, diharapkan dapat terhindar dari kesalahan persepsi dan konsepsi yang mungkin ditimbulkan,'' paparnya.

Peran Pemimpin

Sebagai seorang tokoh yang berdiri di depan, peran pemimpin menjadi penting. Namun di tengah pandemi ini, bukan hanya dibutuhkan keteladanan untuk ditiru. Lebih penting dari itu, kepercayaan (trust) terhadap pemimpin menjadi faktor utama.

''Sebaiknya seorang pemimpin memberikan informasi yang benar, sebenar-benarnya, secara jujur, sejujur-jujurnya. Tanpa ada yang ditutup-tutupi atau dikamuflase,'' katanya.

''Hilangkan berbagai kepentingan politik, dengan hanya mengedepankan keselamatan rakyat sebagai prioritas utama, di atas semua kepentingan.''

Dia berkata, semua informasi harus disampaikan secara bijaksana dengan memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk terlibat dalam memilih apa yang terbaik bagi diri, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

Menurut Endang, bagaimana memberikan informasi kebijakan secara tepat agar kesadaran masyarakat terbentuk, merupakan faktor yang ikut menentukan.

''Khusus untuk Indonesia, dengan rentang keanekaragaman sosial dan budaya yang sangat bervariasi, meskipun perlu adanya kebijakan yang bersifat nasional, penerapannya sebaiknya dilakukan secara kontekstual dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Komunikasi publik dan pendekatan psikososial dan budaya, tidak dapat diabaikan,'' tutup staf pengajar di Fakultas Psikologi UI ini.***