RAMADHAN merupakan bulan penuh ampunan yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat muslim di seluruh dunia. Bulan yang memilki keistimewaan ini menjadi moment dimana umat Islam harus menahan nafsu mereka dari mulai terbit matahari hingga terbenamnya matahari.

Masyarakat muslim dunia harus merasakan Ramadhan yang berbeda kali ini, dengan bencana yang sedang diderita oleh dunia yaitu virus corona baru SARS-Cov-2 yang sudah membunuh ribuan jiwa di berbagai negara.

Suasana Ramadhan yang biasanya meriah namun karena kewaspadaan dan kekhawatiran terhadapan terpaparnya Covid-19, membuat pemerintah mengambil tindakan serius dengan mengeluarkan fatwa bahwa wilayah dengan zona merah dan kuning dilarang melakukan kegiatan berkumpul baik dalam kegiatan ibadah hingga kegian masyarakat lainnya.

Beribadah di rumah harus dijalani oleh masyarakat yang berada pada zona merah dan zona kuning. Meski hingga sekarang masih ada masyarakat yang menyayangkan kebijakan itu namun untuk menghentikan mata rantai penyebaran virus, kebijakan ini memang harus di taati.

Kajian agama, sahur on the road, dan buka bersama yang biasa mewarnai suasana Ramadhan harus ditiadakan karena kegiatan ini mengumpulkan massa yang bisa saja menjadi tempat penyebaran Covid-19.

Tak sedikit masyarakat yang mengeluh karena tidak bisa beribadah seperti Ramadhan biasanya, karena tindakan aparat yang mengawasi kegiatan di masjid. Di kelurahan Buru, Kepri tempat saya tinggal yang belum ada PDP (pasien dalam pengawasan) serta pasien yang positif terinfeksi Covid-19 yang berarti adalah zona hijau namun kegiatan sholat berjamaah seperti sholat Jum’at dan Tarawih sudah di batasi dan hanya bisa dihadiri oleh tidak lebih dari 6 orang.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhyiddin Junaidi menyatakan bagi wilayah-wilayah yang masih berstatus zona hijau virus corona di Indonesia bisa menyelenggarakan salat tarawih maupun salat fardu lima waktu dan salat Jumat secara berjamaah. Hal itu ia katakan berdasarkan Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19.

"Di wilayah-wilayah yang terkendali, tidak dianggap sebagai daerah merah dan kuning. Maka ibadah ritual seperti salat fardu, Salat Jumat, Salat Tarawih kemudian salat Idul Fitri itu bisa diselenggarakan secara normal. Karena dianggap tak ada ancaman," kata Muhyiddin dalam konferensi pers melalui sambungan jarak jauh, Rabu (22/4).

Sudah jelas sebelum Ramadhan, MUI sudah mengeluarkan fatwa tersebut. Namun entah apa yang salah hingga wilayah yang belum ada PDP dan pasien positif juga tidak dibenarkan melakukan aktifitas sholat berjamaah.

Masyarakat tidak tinggal diam, pada awal ramadhan ada dua masjid yang menyelenggarakan shalat tarawih berjamaah namun selang beberapa hari, pengurus masjid tersebut dipanggil oleh pihak kepolisian dan muncullah kebijakan sholat berjamaah boleh dilaksanakan namun hanya dalam jumlah 4-6 jamaah dalam satu masjid. Padahal wilayah masjid tersebut termasuk zona hijau.

Kebijakan-kebijakan yang ada tidak membuat semangat berpuasa serta ibadah kami turun. Disetiap masjid di Pulau Buru, yang luasnya hanya 6.646 hektare, tetap melaksanakan sholat berjamaah namun secara diam-diam. Tadarus yang biasa yang dilantunkan oleh remaja masjid juga menjadi terbatas, karena tidak boleh menggunakan pengeras suara, lucu tapi begitulah keadaanya.

Bingung, kenapa segala aktifitas ibadah dibatasi dengan alasan untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 di wilayah yang mata rantai tersebut tidak ada. Pemuka masyarakat sudah melakukan mediasi dengan pihak yang berwewenang namun  tetap keputusan akhir yaitu fatwa yang dikeluarkan untuk zona merah dan kuning juga harus diterapkan di wilayah yang belum ada PDP dan pasien positif ini.

Dengan luas yang cukup sempit ini, kenapa pihak berwewenang tidak mngambil kebijakan dengan menutup akses untuk keluar masuk pulau. Karena sebenarnya aktifitas itu lah yang menjadi pemicu penyebaran virus ini.

Padahal dengan mengedukasi masyarakat tentang wabah ini juga akan lebih efektif dalam menaggulangi pandemi ini. Dengan pemahaman yang dimiliki masyarakat akan membentuk pola pikir yang membuat kondisi seperti ini cepat berlalu.

Dengan berbagai tantangan di Ramadhan kali ini, jangan menjadi penghalang kita dalam beribadah serta bebuat baik, karena pahala yang kita dapatkan pada bulan suci ini berlipat ganda jadi apapun itu tidak akan membuat kita lemah untuk mengejar kerberkahan-Nya. ***

* Penulis adalah mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Islam Riau.