PACITAN - Pada hari Kamis (8/8/2019) lalu, para pedagang di Pasar Tulakan, Pacitan Jawa Timur, kembali menjajakan daganganya.

Meski dengan lapak-lapak darurat, para pedagang tetap berupaya mengais rezeki di lokasi pasar yang sudah dirobohkan pihak Disperindag Kabupaten Pacitan.

Para pedagang secara swadaya, gotong royong mendirikan lapak dari bahan-bahan seadanya seperti bambu, kayu dan terpal.

"Lapak sementara dibuat para pedagang sendiri dengan iuran untuk pembelian terpal dan bambu, walaupun menggunakan lapak sementara, namun jual beli berjalan dengan lancar," ujar salah satu koordinator pedagang, Handoyo Aji kepada GoNews.co.

Sebagai bentuk protes kata Handoyo, para pedagang juga memasang bendera setengah tiang. "Tujuanya untuk menyindir pihak Pemda yang seakan-akan membiarkan kami seperti ini," tegasnya.

Dia juga berharap, agar Pemda segera mengajukan upaya hukum, agar tanah negara yang menjadi sengketa kembali ke negara dan bisa di gunakan untuk para pedagang seperti sediakala.

Sebelumnya, perwakilan para pedagang yang berjumah sekitar 50 orang mengadukan nasib mereka, pasca pembongkaran pasar akibat dari kekalahan pihak Pemda ditingkat kasasi di MA ke Disperindag setempat.

Dimana pembongkaran pasar itu adalah buntut dari kasus sengketa lahan yang sudah sampai kasasi Mahmakamah Agung.

"Alhamdulillah, kedatangan kami diterima dengan baik, dalam hal ini pihak Diperindag Pacitan yang diwakili pak Sutomo," tukasnya.

"Yang jelas selain mengadu, kami juga menuntur agar tanah yang sudah memiliki sertifikat tersebut tetap dipertahankan. Karena tanah itu merupakan aset negara," tegasnya.

Pada mulanya kata Handoyo, Pasar Tulakan adalah bangunan yang beridiri di atas tanah negara, dengan luas sekitar 1.225 m2 di Desa Bungur.

Hal ini sesuai dengan beberapa data seperti yang ada di Peta tahun 1933 dan sesuai dengan peta kretek era pemerintahan hindia Belanda. Dimana peta tersebut adalah satu-satunya dokumen untuk mengetahui status tanah itu.

"Bahkan di buku leter C milik Desa Bungur, tanah tersebut adalah tanah GG (Tanah Negara), namun anehnya, tiba-tiba keluar sertifikat di tanah pasar itu atas nama J Tasman pada tahun 1997," keluhnya.

Sengketa itupun terjadi, dimana ahli waris pemilik sertifikat menggugat ke pengadilan dan dinyatakan menang.

Hingga akhirnya masyarakat juga melakukan gugatan dan hingga saat ini sudah bergulir hingga tingkat kasasi di MA.

Dalam pertemuan tersebut, para pedagang juga mendesak Diperindag untuk memberikan izin berjualan.

"Kami juga memohon, agar Kepada Dinas kembali mengatur waktu guna mengadakan untuk bedah kasus tentang sengketa lahan tersebut. Kemudian kami juga meminta peralatan untuk berjualan, karena sebagian alat-alat kelengkapan sudah dirusak," tegasnya.

Dan yang terakhir, pihak pedagang juga meminta agar sengketa lahan tersebut bisa cepat diselesaikan. "Jika tidak maka ini akan berlarut-laru, dan bila itu diesksekusi, maka akan merubah sertifikat milik tetangga yang lain di sekitar lokasi pasar," pungkasnya. ***