JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Hetifah Sjaifudian menekankan pentingnya pemenuhan hak anak sebagaimana dijamin dalam peraturan perundangan Indonesia dan konvensi hak anak internasional yang sudah diratifikasi.

Dalam sebuah seminar bersama Kowani dan Pemerintah, Rabu kemarin, Hetifah menyoroti beberapa poin dari total 42 poin hak anak yang disepakati dalam konvensi tersebut.

Saat membacakan hak anak poin ke 27, Hetifah menyatakan bahwa hak anak atas standar hidup secara keseluruhan, harus dipenuhi.

Hal ini, sambung Hetifah, "tugas orang tua, guru dan juga pemerintah, dan ini perlu komunikasi,".

Di masa pandemi, dimana banyak pembelajaran anak berlangsung secara daring, menurut Hetifah, perlu juga dipertimbangkan kondisi anak di rumah bersama keluarga, orang tua/wali mereka.

"Apakah orang tuanya baru di PHK; jangan-jangan orang tuanya sedang sakit; tidak ada yang mendampingi mereka belajar karena orang tuanya kerja; gawainya dibawa orang tuanya sehinga anak tidak bisa mengikuti belajar daring; danbanyak hal lain," kata Hetifah.

Komunikasi dan saling penegertian, diperlukan antara pemerintah, sekolah dan guru, serta wali anak/orang tua. Hetifah menekankan, pentingnya setiap pihak tersebut merasa 'happy', utamanya anak.

Poin ke 27 konvensi hak anak internasional yang sudah diratifikasi itu berbunyi, "Anak berhak mendapatkan standar hidup yang cukup baik sehingga semua kebutuhan mereka terpenuhi. Pemerintah perlu membantu keluarga yang tidak mampu memenuhi hal ini, dan memastikan bahwa orang tua dan wali memenuhi tanggungjawab keuangannya terhadap anak-anak mereka,".

Dalam kesempatan tersebut, Hetifah secara gamblang menjelaskan hak anak sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Termasuk, hak untuk mendapatkan pendidikan. Ia meminta kurikulum yang ditetapkan selalu adaptif dan setiap kebijakan pemerintah harus aplikatif.

Bicara pembukaan sekolah, Hetifah berpendapat agar sebaiknya sekolah-sekolah tak dibuka untuk pembelajaran tatap muka jika belum bisa dipastikan aman bagi kesehatan anak.

Bicara sarana dan prasarana (Sarpras) belajar daring, Hetifah menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhan Sarpras bagi anak. Kepada pemerintah Ia menekankan pentingnya data valid kondisi setiap anak dan keluarga.

"Kami ingin data yang sangat spesifik yang mencerminkan kondisi setiap keluarga. Sebetulnya berapa keluarga atau berapa abak yang tidak ada akses internet, yang belum memiliki gawai. Atau kalau memiliki gawai, Ia sharing (bergilir pakai, red) dengan adik, kakak atau orang tuanya, dan sebagainya. Ini data sangat kita tunggu supaya kalau kita membuat suatu kebijakan juga berbasis data," kata Hetifah.

Di hadapan lebih dari seribu peserta seminar, Hetifah juga mendorong adanya gerakan hibah gawai secara massif untuk memenuhi kebutuhan anak.

Di DPR, kata Hetifah, dirinya akan mendorong upaya-upaya pemerintah untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan anak. Termasuk, jika pemerintah akan menjalankan program KIP untuk anak pra sekolah.

Mengingat bahwa hak untuk mengenyam pendidikan juga dimulai sejak anak usia dini, Hetifah mendorong juga gerakan massif mendaftarkan anak ke PAUD. Dan dari sisi perundangan, Ia menyatakan terbuka opsi untuk merevisi UU Sisdiknas.***