RIAK badai Selat Melaka membawa ombak hingga ke pulau terluar Indonesia. Menghajar langsung tepian pantai Desa Muntai, Pulau Bengkalis, Provinsi Riau. Satu persatu nyiur di sini tak lagi melambai, tersebab tak ada lagi tanah penyangga. Setapak demi setapak, jejak kampung berubah menjadi laut tersebab abrasi. Warga kampung di Pulau Bengkalis dulu putus asa menangis. Namun kini mereka bangkit dan bertekad baja, bersama-sama turun ke pantai membangunkan prajurit penjaga batas negara.

Matahari beranjak ke atas kepala. Terik bercampur angin dari selat Melaka, menerpa langsung pondok kayu di tepi Pantai Raja Kecik. Puluhan orang anggota kelompok Ikatan Pemuda Melayu Peduli Lingkungan (IPMPL), tampak tengah bersiap-siap. Mereka memakai baju kerja seadanya, bertelanjang kaki.

''Hari ini kami mau turun ke pantai. Menyisip bibit-bibit mangrove yang mati karena diterjang ombak. Sudah beberapa hari ini ada badai, banyak bibit-bibit yang mati ataupun hanyut,'' kata Rozita (46), salah satu penggerak kelompok, kala ditemui awal bulan September 2021 lalu.

Rozita bukan satu-satunya perempuan yang 'siap tempur'. Di kelompok mereka, ada puluhan perempuan yang semula hanya mengurus rumah tangga, ikut serta dalam kegiatan penanaman mangrove. Mereka meluangkan waktu bersama suami, dan anak-anak mereka menanam bibit mangrove di hamparan seluas lk 100 ha.

Kegiatan penanaman mangrove di Pulau Bengkalis, merupakan bagian dari rehabilitasi besar-besaran kawasan pesisir melalui skema Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dilakukan sejak tahun 2020 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tahun 2021 kegiatan ini dilanjutkan bersama Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) dengan tema Padat Karya Percepatan Rehabilitasi Mangrove (PKPRM).

Rehabilitasi menjadi kegiatan penting karena keberadaan hutan mangrove juga menjadi salah satu sumber penghidupan bagi masyarakat pesisir. Jika mangrove rusak maka dampaknya akan mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat setempat. Di masa pandemi, pemerintah melalui KLHK dan BRGM RI menjadikan kegiatan penanaman mangrove berbasis masyarakat sebagai strategi memberikan stimulus perekonomian, sekaligus mempercepat pemulihan ekonomi nasional.

Total kegiatan rehabilitasi mangrove di Kabupaten Bengkalis menjangkau lahan seluas 1.292 ha. Tahun 2020 dilaksanakan pada lahan seluas 319 ha, dengan lokasi terluas 100 ha berada di Desa Muntai Barat. Kemudian lanjut di tahun 2021 pada areal lahan seluas 973 ha. Seluruh kegiatan ini melibatkan peran serta masyarakat lokal, seperti Rozita dan kawan-kawan sekampungnya.

''Dari PKPRM Mangrove inilah kami sedikit punya harapan, kelak kampung kami akan terselamatkan dari abrasi. Ini adalah mimpi kami bersama untuk menjaga tiap tapak kampung, agar tidak jatuh ke laut. Lihatlah daratan desa kami terus berkurang,'' kata Rozita menunjuk tepian pantai desa Muntai. Sejauh mata memandang, sejauh itu pulalah dampak abrasi terlihat dengan bertumbangannya banyak pepohonan.

Desa Muntai Barat, Pulau Bengkalis, Provinsi Riau, termasuk dalam lokasi prioritas ketahanan iklim sub sektor pesisir Kementerian PPN/Bappenas (Mahyastuti et al., 2021). Dari riset terdahulu menemukan bahwa dalam kurun waktu antara tahun 1988-2014 saja, abrasi di lokasi terdepan Indonesia yang berhadapan langsung dengan negara Malaysia ini mengalami pengurangan luas daratan hingga 42,5 ha per tahun (Sutikno, 2014).

''Dulu disitu sebenarnya ada rumah. Sudah jatuh ke laut. Bahkan di kampung sebelah, sudah banyak kebun orang yang tidak terselamatkan. Tiap musim ombak tinggi, hati kami menangis, mau berapa lama lagi pulau ini bisa bertahan dari abrasi? sementara di seberang sana, negara tetangga yang tampak di mata, justru sedang melakukan reklamasi. Daratan mereka bertambah, daratan kita terus berkurang,'' kata Rozita dengan tatapan mata nelangsa.

Ya, kampung Muntai Barat dan sekitarnya berada di salah satu pulau terdepan Indonesia. Jika cuaca terang, perbukitan negara Malaysia, terlihat dari desa mereka. Bila berperahu mesin, hanya butuh waktu kurang dari satu jam saja, sudah bisa jalan-jalan keluar negeri di sini. Begitulah saking dekatnya desa ini dengan negara tetangga.

Bila mengambil jarak lurus antara garis pantai Pulau Bengkalis dengan garis pantai negara tetangga Malaysia, maka kedua daratan sebenarnya hanya terpisah ± 46 kilometer oleh Selat Melaka. Artinya Pulau Bengkalis merupakan salah satu batas negara dan pulau terdepan yang dapat menjadi etalase Indonesia. Karena itupula dampak perubahan iklim di wilayah pesisir ini menuntut perlunya strategi adaptasi dan mitigasi, salah satunya dengan melakukan penanaman mangrove.

Program dengan pelibatan masyarakat akan membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat (Siwiyanti et al., 2021). Kesejahteraan masyarakat akan dapat mendorong peran serta masyarakat untuk ikut bersama-sama memulihkan lingkungan melalui penanaman mangrove, sehingga mereka tidak semata melihat program ini sebagai kerja dan tanggungjawab pemerintah semata.

''Meski dari PKPRM Mangrove tidak memiliki anggaran pemeliharaan, kami sudah bersebati kuat dengan program pemerintah ini. Kami bertekad bahwa tiap bibit mangrove yang ditanam, harus kami jaga agar tetap hidup. Jadi kalau ada yang mati, kami memang sukarela menanamnya kembali,'' kata Rozita penuh semangat sambil menggotong bibit propagul.

Ia turun ke pantai, bersama puluhan anggota kelompok lainnya. Mereka mulai menyisip bibit yang mati dengan bibit yang baru. Tiap bibit yang ditanam, diikat menggunakan tali rafia ke ajir yang terbuat dari potongan bambu. Berpatokan dari ajir inilah mereka melihat satu persatu bibit yang perlu disisip.

''Kalau air surut, berjuta ajir mangrove bisa terlihat dari tepi pantai. Inilah prajurit-prajurit penjaga desa kami dari abrasi,'' kata Rozita saat menanam bibit. (Bersambung)