JAKARTA – Presiden Joko Widodo menegaskan, program Kartu Pra Kerja yang bakal diluncurkannya nanti tidak akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN. Meski begitu, dia belum mau menjelaskan secara rinci pos anggaran mana yang akan dialokasikan untuk program tersebut.

Menurut dia, program tersebut harus dilihat sebagai bentuk investasi pemerintah untuk memajukan sumber daya manusia Indonesia. Sebab, ditegaskannya, pemegang kartu tersebut bakal mendapat insentif atau gaji meski belum mendapat pekerjaan sehingga bisa lebih produktif.

"Ya seperti yang saya sampaikan bahwa dalam lima tahun ke depan itu kita ingin berkonsentrasi fokus pembangunan sumber daya manusia secara besar-besaran ya salah satunya ini," katanya di Istora Senayan, Jakarta, Minggu 10 Maret 2019.

Dia pun menuturkan, pemegang kartu ini, dimulai dari lulusan Sekolah Menengah Pertama hingga lulusan kuliah, akan terlebih dahulu dimasukkan program pelatihan atau vokasi yang dibimbing oleh sektor swasta. Dengan harapan, setelah dilatih bisa langsung direkrut untuk bekerja di perusahaan itu.

"Merugikan gimana? Ini lho ya kartu pra kerja kan yang sering ditanyakan, ini jadi nanti lulusan SMP, SMK, SMA atau Universitas, misalnya setelah megang ini akan di-training, di-trainingnya itu bisa BUMN bisa swasta, bisa juga kementerian atau pemerintahan," paparnya. "Tapi dalam jumlah yang banyak, bisa dalam negeri bisa di luar negeri, jadi yang pegang ini, wajib ikut training, dapat insentif honor, kalau trainingnya selesai dia belum dapat pekerjaan, diberikan insentif honor sampai waktu tertentu, bisa enam bulan," tambah dia.

Sumber Daya Manusia, menurut dia, memang perlu untuk terus didorong agar lebih berkualitas. Lantaran, persaingan kerja saat ini, baik di dalam maupun luar negeri, sudah semakin sulit. Karenanya, pemberian insentif tersebut dikatakannya bisa memacu SDM semakin berkualitas, dan memastikan agar Indonesia tidak selalu terjebak ke dalam area negara yang berpendapatan menengah.

"Ya supaya kita tidak terjebak pada negara berpendapatan menengah, middle income trap. Karena banyak negara yang sudah mengalami ini tidak bisa naik jadi negara maju karena terjebak pada infrastruktur yang tidak siap, SDM yang tidak siap, pelajaran itu yang harus kita ambil sebagai pengalaman," tuturnya.***