TELUKKUANTAN - Jamal Lako Sutan, lahir di Telukkuantan pada tahun 1905. Ia adalah salah seorang yang berjuang melawan penjajahan Belanda, sebelum Indonesia merdeka.

Perjuangan melawan penjajahan yang dilakukan Jamal Lako Sutan tidaklah mudah. Ia beberapa kali ditangkap dan masuk penjara, bahkan pernah dibuang ke Digul.

Dari berbagai sumber yang dirangkum GoRiau.com, setelah Jamal Lako Sutan menyelesaikan pendidikannya di Telukkuantan, dia melanjutkan pendidikan di Normal School voor Inlansche Hulpanderwijzon di Langsa Aceh. Ia mendapat tunjangan ikatan dinas dari pemerintah saat itu.

Pada tahun 1924, ketika itu Jamal Lako Sutan berusia 19 tahun dan baru duduk di kelas 4 Normal School, ia mulai aktif mengikuti pergerakan politik kemerdekaan Indonesia.

Akibatnya, ia dipecat dari sekolah tersebut dan pulang ke Telukkuantan.

Di kampung halaman, Jamal Lako Sutan mengabdikan dirinya sebagai guru pemberantasan buta aksara. Di tengah kesibukannya sebagai guru, Jamal Lako Sutan ditangkap dan ditahan pemerintah kolonial.

Jamal dituduh menghasut rakyat agar tidak membayar belasting. Di Pengadilan Orang Gedang di bawah pimpinan controleur, Jamal divonis bersalah dan dipenjara satu setengah tahun. Maret 1926, ia selesai menjalani hukumannya.

Beberapa bulan setelah itu, tepatnya 6 Oktober 1926 sampai Maret 1928, Jamal Lako Sutan kembali ditahan dengan tuduhan menghasut rakyat supaya memberontak kepada pemerintah kolonial.

Kemudian, pemerintah kolonial menambah hukuman Jamal Lako Sutan dengan pengasingan ke Boven Digul, Papua. Sebab, ia digolongkan sebagai orang yang tidak mau berdamai dengan pemerintah kolonial. Ia dibuang ke Digul selama 10 tahun.

Pada tahun 1938, pemerintah kolonial memulangkan Jamal Lako Sutan ke Telukkuantan, karena dia sakit.

Sekembalinya dari Digul, Jamal Lako Sutan kembali aktif menjadi pengurus Muhammadiyah sebagai Sekretaris Cabang Telukkuantan. Selain itu, ia juga menjabat Sekretaris Majelis Konsul dan Majelis Pengajaran Muhammadiyah Daerah Riau.

Disamping itu, dia juga mengajar di sekolah Muhammadiyah Telukkuantan. Pada zaman Jepang, Jamal menjadi Direktur Sekolah Guru Muhammadiyah di Telukkuantan sampai akhir tahun 1946.

Pada September 1946, Jamal Lako Sutan turut membentuk Komite Nasional Indonesia. Ia menjadi anggota eksekutif memimpin bagian penerangan. Hal ini juga disebutkan dalam buku berjudul Provinsi Sumatera Tengah.

Kemudian, KNI berganti nama menjadi Dewan Perwakilan Rakyat. Jamal Lako Sutan tetap menjadi anggotanya hingga 1949. Kemudian, ia dipercaya memimpin Kewedanaan Indragiri di Tembilan.

Selama masa agresi kedua, Jamal Lako Sutan ditunjuk pula sebagai Wakil Komandan Daerah Militer Riau Selatan untuk wilayah Rengat dan Tembilahan.

Pada peristiwa penyerahan kedaulatan dari kolonial kepada Pemerintah RI, Jamal ditunjuk sebagai wakil mutlak Pemerintah Keresidenan Riau untuk Indragiri bahagian Hilir.

Dalam rentang tahun 1950 sampai 1955, Jamal Lako Sutan ditunjuk sebagai Wakil Ketua Dewan Pemerintah Daerah Sementara Kabupaten Indragiri dan dipercaya memegang jabatan Bupati.

Pada tahun 1955 sampai 1956, diangkat sebagai Patih Padang Pariaman dan selanjutnya ditunjuk sebagai acting Bupati Kerinci di Sungai Penuh. Kemudian, manjadi Bupati KDH Kabupaten Pesisir Selatan di Painan sampai tahun 1958.

Selanjutnya, Jamal Lako Sutan bekerja di bawah tanah menentang pemberontakan Dewan Banteng dan PRRI. Namun beliau pada akhirnya mendapat fitnah dan ditahan di Padang pada 23 September 1958. Ia kembali diasingkan ke Ambarawa dan dibebaskan pada Maret 1962.

Jamal diberikan hak pensiun sebagai PNS terhitung Januari 1961. Pada tahun 1965, pemerintah Republik Indonesia memberikan penghargaan kepada Jamal Lako Sutan sebagai perintis kemerdekaan Republik Indonesia.

Tanggal 7 September 1975, Jamal Lako Sutan wafat dan dimakamkan di TPU Tobek Belibis Telukkuantan.***