JAKARTA - Politisi Partai Demokrat Andi Arief mendesak Joko Widodo (Jokowi) mengambil cuti kampanye. Meski, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan Presiden tak perlu melakukannya saat mengikuti kontestasi pilpres.

"Betul bahwa Pak Jokowi tidak harus cuti selama Pilpres, Namun Ia tetap punya hak untuk gunakan hak cutinya selama kampanye jika Ia seorang demokrat tulen agar Pemilu fair," tulis Andi Arief di akun Twitter @AndiArief__, Kamis (14/3/2019).

"Tidak akan vacuum of power, ada wapres. Th 2009, SBY dab JK tidak cuti karena ada potensi vacuum of power," sambungnya.

Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin menegaskan Presiden tak perlu melakukan cuti kampanye saat mengikuti kontestasi Pilpres. Hal ini disampaikan MK dalam putusan yang dibacakan di ruang sidang MK, Rabu (13/3/2019).

Menurut MK, mengacu pada Pasal 299 ayat 1 UU Pemilu, presiden dan wakil presiden mempunyai hak untuk melaksanakan kampanye.

"Dengan rumusan demikian, maka pasal itu sudah jelas menjamin hak presiden atau wapres untuk kampanye tidak dikurangi, jika mencalonkan diri kembali sebagai presiden atau wapres," ujar Ketua MK Anwar Usman, dikutip dari salinan putusan di web MK.

Hak cuti kampanye, lanjut Anwar Usman, menjadi kewenangan presiden maupun wakil presiden yang kembali mencalonkan diri dalam pilpres. "Persoalan apakah hak itu akan digunakan atau tidak, hal itu sepenuhnya berada di tangan yang bersangkutan," katanya.

Namun, hakim MK mengingatkan pentingnya batasan aturan yang ketat bagi capres petahana dalam melakukan kampanye, agar tidak menyalahgunakan kedudukannya.

Pembatasan ini merujuk pada tugas dan tanggung jawabnya sebagai bagian dari penyelenggara negara. "Artinya dilarang menggunakan fasilitas negara sebagaimana telah diatur dalam UU Pemilu. Dengan demikian, calon petahana ini lebih cermat memilih hari atau waktu melaksanakan kampanye, sehingga tidak melanggar aturan UU," papar hakim.

Putusan MK ini sekaligus menolak gugatan sekelompok mahasiswa Universitas Islam As-Sayfiiyahyang mempersoalkan pelaksanaan kampanye capres petahana.

Dalam gugatannya, para mahasiswa ini menganggap capres petahana saat ini, Joko Widodo, tak bisa cuti lantaran agenda presiden dianggap padat dan kampanye bisa dilakukan saat libur.

Gugatan ini diajukan enam mahasiswa Universitas Islam As-Sayfiiyah, yakni Ahmad Syauqi, Amar Saifullah, Khairul Hadi, Yun Frida Isnaini, dan Zhillan Zhalillan.

Soal cuti kampanye ini, Andi Arief lantas mengaitkannya dengan aksi terorisme di Sibolga pada Selasa (12/4/2019) hingga Rabu (13/3/2019) lalu. "Pak Jokowi bilang dia tidak takut teroris. Ya, memang jangan takut teroris. Tapi bapak takut cuti," tulisnya.

Sebelumnya, saat menanggapi soal cuti kampanye, Jokowi menilai bahwa kegiatan yang dilakukannya selama ini sebagai presiden dan juga calon presiden, tak melanggar aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dalam aturan KPU, jelas Jokowi, capres petahana tak harus cuti untuk kampanye. "Ya ini aturan KPU. Semuanya kan berangkat dari aturan," ujar Jokowi di sela kunjungan kerja di Provinsi Gorontalo, Jumat (1/3/2019).

Jokowi mengaku siap cuti kampanye jika aturan mengharuskannya begitu. Tapi, jika aturan membolehkan dirinya untuk tetap bekerja, dirinya tak akan melakukan cuti.

"Kalau aturan mengharuskan cuti total, ya saya akan cuti total. Aturan KPU kan tidak mengharuskan itu dan saya masih bisa bekerja," ucap Jokowi.

Ahli Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra juga menyebut Jokowi tak wajib mundur atau cuti dari jabatan Presiden, walau maju menjadi capres.

Menurut Yusril Ihza Mahendra, soal cuti ini sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. "Jokowi atau siapa pun, demi kepentingan bangsa dan negara, tidak perlu berhenti atau cuti," tegas Yusril Ihza Mahendra, Sabtu (8/9/2018) silam.

Soal mundur, hal itu dikecualikan dalam Pasal 170 ayat 1 UU tentang Pemilu:

"Pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik peserta Pemilu atau gabungan partai Politik sebagai calon presiden atau calon wakil presiden harus mengundurkan diri dari jabatannya, kecuali presiden, wakil Presiden, pimpinan dan anggota MPR, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil, bupati, walikota, dan wakil walikota."

Yusril Ihza Mahendra menilai Undang-undang Pemilu yang tidak mewajibkan capres petahana untuk cuti, sudah benar dari kaca mata hukum tata negara. Menurutnya, jika presiden diwajibkan cuti atau mundur, justru akan berdampak buruk pada stabilitas politik.

Dalam pasal 281 ayat 1 peraturan itu disebutkan, kampanye Pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, dan wakil wali kota tidak boleh menggunakan fasilitas negara, kecuali pengamanan, dan harus menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Tapi cuti yang dimaksud harus memperhatikan keberlangsungan penyelenggaraan negara. Aturan lebih detailnya diatur dalam Peraturan KPU.

Dalam Peraturan KPU Nomor 23 tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu disebutkan, Presiden atau Wakil Presiden wajib cuti. Tapi, harus memperhatikan kewajiban sebagai Presiden atau Wakil Presiden.

Senada dengan Yusril Ihza Mahendra, Komisioner KPU Wahyu Setiawan menyebutkan, ada beberapa fasilitas negara yang melekat kepada Jokowi sebagai capres petahana, yang tetap bisa digunakan selama kampanye.

Fasilitas tersebut terkait keamanan, kesehatan, dan protokoler. Oleh karena itu, tidak bisa dikatakan melanggar aturan jika calon presiden petahana berkampanye menggunakan fasilitas negara terkait keamanan, kesehatan, dan protokoler yang memang melekat pada diri Jokowi sebagai Presiden.

"Presiden dapat menggunakan fasilitas apapun selama menyangkut kesehatan, protokoler, dan keamanan, itu sesuai dengan amanah undang-undang. Jadi petahana itu tidak melanggar jika melakukan hal tersebut," jelas Wahyu.***