SEMARANG – Wakil Ketua DPD RI, Akhmad Muqowam berpendapat DPD RI sebagai lembaga perwakilan daerah harus melaksanakan fungsi berdasarkan kepentingan daerah. Setiap anggota DPD RI kedepannya diharapkan mampu berpikir dari kerangka kepentingan daerah, bukan sektoral yang hanya mengangkat pada isu-isu tertentu.

Dalam acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Bedah Visi Misi Calon Anggota DPD RI Provinsi Jawa Tengah di Semarang (14/3), Muqowam menjelaskan saat ini DPD RI masih menangani masalah-masalah sektoral yang harusnya merupakan bidang yang dinaungi oleh DPR RI. Menurutnya anggota DPD RI harus mampu bekerja di ruang daerah, karena anggota DPD RI merupakan wakil daerah. Padahal bidang tugas dan fungsi DPD RI sudah diatur jelas dalam Pasal 22D UUD 1945.

"Ruang DPD adalah ruang pusat dan daerah. DPD bloknya daerah, DPR itu sektoral, seperti soal luar negeri, pertahanan keamanan, kepolisian, politik dalam negeri, atau pertanian. DPR berdasarkan pada sektoralitas. Hari ini DPD masih seperti DPR, kabeh ditangani, coba lihat pasal 22 di UUD 45," tegasnya.

Mengomentari visi-misi yang disampaikan calon-calon anggota DPD RI Provinsi Jawa Tengah dalam FGD tersebut, Muqowam menilai apa yang disampaikan masih bersifat sektoral. Tiap-tiap calon masih menjadikan isu masalah tertentu yang terjadi di suatu wilayah di Jawa Tengah, soal pendidikan, atau disaster management. Menurut Muqowam apa yang disampaikan calon-calon tersebut masih kurang sesuai dengan Pasal 22D UUD 1945.

“Tapi itu ga papa, itu proses pembelajaran. Berbagai persoalan yang muncul dikemas dalam fungsi kedaerahan, representasi kedaerahan. Jawa tengah ada masalah apa. Kalau secara sederhana, bangun jalan di Jawa Tengah itu sektoral, tapi kalo Jawa Tengah membangun jalan itu blokingnya kewilayahan. Sumber-sumber masalah di Jawa Tengah itu dibundeli dengan Jawa Tengah, baru dibawa ke nasional,” papar Muqowam.

Hal tersebut dianggap sebagai tantangan bagi calon anggota DPD RI periode 2019-2024 untuk merubah hal tersebut. Muqowam berharap kepada calon anggota DPD RI tersebut, kelak saat terpilih sebagai anggota DPD RI, pelaksanaan tugas dan fungsi harus berdasarkan pada Pasal 22D UUD 1945 yang mengatur mengenai DPD RI. "Ini adalah tantangan bagi teman-teman calon anggota DPD RI. Kalau sudah di dalam (DPD RI), tolong bedakan antara (urusan) DPR dan DPD," jelasnya.

Merujuk pada Pasal 22D UUD 1945, bidang pembahasan DPD RI berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi lainnya. Oleh karena itu, seharusnya Anggota DPD RI memfokuskan pada bidang-bidang tersebut yang berkaitan dengan kepentingan daerah dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya.

Menurut panelis dalam FGD tersebut yang juga dosen Fakultas Hukum universitas Kriten Satya Wacana, Umbu Rauta, seorang anggota DPD RI harus berbicara sebagai wakil daerah, bukan berbicara mengenai hal-hal yang dibahas oleh DPR RI. DPD RI harus mampu menjadi kamar sebelah yang mampu mengimbangi DPR RI. Menurutnya, calon-calon anggota DPD RI harus mempunyai visi dan misi yang mengangkat mengenai problem dan tantangan di daerah asalnya, bukan pada isu-isu sektoral yang tidak dibidangi oleh DPD RI.

"Bekal DPD itu Pasal 22D, jangan _overlap dengan peran anggota DPR. Jangan sampai nyalon sebagai anggota DPD, tapi berbicara selayaknya anggota DPR," ucapnya.

Umbu menggambarkan DPD RI sebagai lembaga yang aneh. DPD RI memiliki legitimasi tinggi, tapi kewenangan yang dimiliki terbatas. Padahal seorang anggota DPD RI dapat dikatakan memiliki legitimasi yang lebih besar daripada DPR RI.

"DPD itu punya legitimasi tinggi, tapi kewenangan yang terbatas. Disaat calon anggota DPR bisa bermain di beberapa wilayah sesuai dapil, calon anggota DPD harus bermain di seluruh wilayah di provinsinya untuk dapat menang," ucapnya.***