JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mengkritisi program digitalisasi sekolah pada 2021 yang menelan anggaran hingga Rp3 trilliun. Ia beranggapan, program tersebut masih belum matang dari sisi perencanaan, sehingga terkesan terburu-buru.

"Wilayah 3T belum tercover penuh jaringan internet, sedangkan SDM guru kita juga masih belum siap, harusnya selesaikan PR ini dulu," katanya, Senin (9/11/2020) di Kompleks Parlemen, Senayan.

Niat pemerintah untuk digitalisasi sekolah di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) melalui pengadaan laptop, proyektor, dan perangkat teknologi informasi (TIK) dinilai kurang tepat sasaran. "Sarana pendukung digital itu wajib ada akses internet, sedangkan data pemerintah sendiri menunjukkan wilayah 3T masih sulit dijangkau sinyal," kata politisi PKS ini.

Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), pemerintah masih belum optimal menyediakan akses internet hingga 100% di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). "Baru setengah dari total desa di wilayah 3T yang terjangkau jaringan 4G," ujar Fikri.

Merujuk data Kominfo 2020, infrastruktur 4G yang telah dibangun telah mencapai 83.218 desa/kelurahan di seluruh Indonesia. Dari 20.341 desa di wilayah 3T, masih ada 9.113 desa lainnya yang belum terselimuti jaringan 4G.

Menurut Fikri, bantuan laptop hanya akan menjadi barang pajangan mewah di sekolah, tanpa adanya sinyal internet sebagai akses pendukung utama. "Alat-alatnya diadakan, tapi buat apa bila tidak bisa akses informasi dan update bahan pelajaran," kritiknya.

Selain itu, Fikri menyinggung soal kesiapan sumber daya manusia terutama guru dan tenaga kependidikan dalam program digitalisasi ini. "Surveynya kan 60 persen guru masih gagap teknologi informasi, perkembangan sekarang kita belum tahu, apakah masih sama atau ada perkembangan," urainya.

Fikri menunjuk hasil survey Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom) Kemendikbud pada akhir 2018 lalu. Survey itu menyebut dari total guru yang ada di Indonesia, baru 40 persen yang melek dengan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Selebihnya, masih 60 persen guru masih gagap dengan kemajuan di era digital ini.

Fikri meminta peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama guru dan tenaga kependidikan menjadi prioritas pemerintah terlebih dahulu. "Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, kreatifitas dan kualitas pendidik benar-benar diuji untuk menjamin kegiatan belajar mengajar tetap kondusif secara virtual," imbuhnya.

Setiap program Pendidikan nasional, lanjut Fikri semestinya juga memperhatikan kondisi kelokalan yang menjadi sasaran. "Mas Mentri ini nampaknya kurang dapat support data yg cukup. Sebaiknya walaupun Think globally, tapi harus tetep Act Locally sesuai data lapangan yang bahkan sudah tersedia dan telah dirilis oleh Kemendikbud sendiri," pungkasnya.***