JAKARTA, GORIAU.COM - Sejak tahun 1988, Al Qaeda sudah membentuk departemen khusus media. Departemen ini dibentuk Al Qaeda, ketika Osama Bin Laden mulai tampil memimpin kelompok teroris tersebut. Mereka memakai segala cara. Termasuk memenangkan perang via media.

Pengamat intelijen dan keamanan Nuning Susaningtyas Kertopati, mengatakan itu, di Jakarta, Rabu, 31 Maret 2015. Menurut Nuning, pola penyebaran radikalisme tak hanya menggunakan metode konvensional, merekrut langsung para calon anggotanya. Tapi, di era informasi dan internet, metode radikalisasi memakai berbagai media. Salah satunya adalah melalui penyebaran propaganda via internet. Namun, pemerintah harus hati-hati menyikapi itu. Misalnya, dalam penutupan situs yang ditenggarai menyebarkan paham radikal, jangan asal blokir.

''Jaringan-jaringan radikalis seperti Al Qaeda, sejak tahun 1988, di bawah kendali Osama Bin Laden, sudah punya departemen media," katanya.

Jadi 'perang' via media, kata Nuning, bagi mereka sangat strategis memperbesar pengaruh. Al Qaeda sudah punya departemen media, karena mereka sadar bahwa perang tradisional tak dapat berkembang pesat untuk memerangi suatu bangsa.

''Kini perang medialah yang mereka kerjakan," kata Nuning.

Radikalisasi kata Nuning, tidak terbentuk dengan instan. Namun ada proses identifikasi dan pengenalan diri dan seterusnya. Untuk mencapai itu semua, mereka sadar bahwa tak mungkin dilakukan terang-terangan. Mereka pun menempuh jalan pengelabuhan atau desepsi.

Nuning sudah memprediksi, penutupan situs Islam sebelumnya akan menimbulkan pro kontra.

''Jadi memang pemerintah pun harus hati-hati enggak main asal berbahasa Arab ditutup. Kalau kontennya bagus soal keagamaan dan cinta umat tentu jangan ditutup. Tapi bila isinya desepsi-desepsi ya harus segera ditutup agar tak memperluas informasi dan ajakan misalnya bergabung dengan ISIS dan lainnya," kata Nuning.

Namun Nuning menegaskan, bila memang terdapat situs yang sangat kuat indikasinya menyebarkan paham radikalisme, pemerintah memang harus tegas. Dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, harus bisa menjadi filter untuk menangkal paham radikalisme merasuk mempengaruhi generasi bangsa.

''Menurut saya bila tujuannya agar menyelamatkan anak bangsa dari berbagai ajaran-ajaran radikalisme dan berpeluang negatif saya rasa baik. Kominfo agak terlambat sebenarnya ya dalam tangani ini,'' katanya. (pri)