PEKANBARU, GORIAU.COM - Forum Komunikasi Pemuka Masyarakat Riau (FKPMR) melakukan rembuk, membahas masalah kekinian dan mencarikan solusi, Rabu (2/9/2015) di Pekanbaru. Semua isu hangat dikupas untuk dicarikan jalan penyelesaiannya.

Namun yang cukup menjadi perhatian adalah Marwah Kemelayuan yang mulai tergerus di Tanah Melayu Riau. Penempatan petinggi-petinggi baik di pemerintahan, lembaga, organisasi hingga partai politik dikhawatirkan tidak mengedepankan azas kemelayuan lagi.

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau, H Arsyadjuliandi Rachman yang hanya menunggu beberapa waktu lagi akan diangkat menjadi Gubernur Riau ditakutkan salah dalam memilih wakil nantinya.

Terutama menunjuk wakil yang bukan dari 'Orang Melayu'. Begitu juga dengan posisi Ketua DPRD Riau yang ditinggalkan Suparman karena harus mundur untuk berjuang di Pilkada Rokan Hulu (Rohul).

"Kita khawatir dengan ini, semua didasari oleh partai politik (parpol). Kita ingin (pemimpin) berasal dari Melayu, namun tetap yang menentukan parpol," kata Makmur, salah satu tokoh masyarakat Riau.

Para tokoh menyadari, kekuatan Melayu, terutama untuk level pimpinan sudah mulai tergerus. Tak banyak para Puak Melayu yang bertengger di atas para pendatang di berbagai aspek.

Pembahasan posisi Wakil Gubernur juga merembet ke isu akan digantinya H Zaini Ismail sebagai Sekdaprov Riau. Kekhawatiran ini disampaikan oleh Zulkarnain Kadir, Birokrat Senior di Lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau.

"Ada isu Sekda juga akan diganti, kita takut nantinya bukan dari (orang) Melayu. Kekhawatiran kita atas penggerusan Melayu ini akan semakin merembet ke semua hal," ujar Zul Kadir, biasa dia disapa.

"Terkadang saya sedih melihat kondisi yang terjadi saat ini di Riau. Kita harus menepis anggapan masyarakat Melayu yang tertidur atau diam saat kenyang," imbuhnya.

Ketua Dewan Pengurus Harian (DPH) Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau, Al Azhar yang didaulat memberikan sedikit sambutan menyampaikan isu-isu kekinian yang diambilnya dari pesan-pesan singkat (sms) dari berbagai kalangan, terutama kaum muda.

"Mulai dari kabut asap, kekhawatiran anak muda tentang calon wakil gubernur, pelemahan rupiah dan ekonomi masyarakat. Itu semua masuk dan meminta solusi," kata Al Azhar.

"Pertemuan ini bukan memperdebatkan apa yang terjadi pada tanggal bersejarah tersebut. Tetapi kita sepakati menjadi inspiratif, di tengah-tengah situasi Riau saat ini," lanjutnya.

Rembuk forum tersebut menyimpulkan bahwa Puak Melayu harus lebih berani lagi dalam bersikap. Politik yang cukup memberikan dampak dan andil besar terhadap perubahan-perubahan Melayu beberapa tahun ke belakang harus dikembalikan ke titik asalnya.

Bagaimana mengembalikan politik bersifat kemelayuan, politik santun, berakhlak dan bermoral. Itulah nilai dan kesimpulan hasil pertemuan seluruh pemuka dan tokoh masyarakat Melayu Riau, pemuda hingga masyarakat umum lainnya dalam pertemuan yang mengambil tema 'Politik Memarwahkan Puak Melayu'.

Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Prof Tengku Dahril, Zailani Agus, Prof Suwardi MS,  Taufik Ikram Jamil. Selain itu terlihat Septina Primawati Rusli, Edyanus Herman Halim, Masnur, Emrizal Pakis, Yuherman Yusuf, Zulkarnain Kadir, Ade Hartati, perwakilan tokoh masyarakat lainnya serta pemuda.***