PEKANBARU, GORIAU.COM - Ketua Dewan Pengurus Harian (DPH) Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Al Azhar kembali 'bersuara' terkait musibah kabut asap yang masih menimpa Provinsi Riau. Kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap tidak akan mengubah apa-apa dari apa yang telah terjadi.

Menurutnya, amat sangat terlambat, baik untuk meredakan kemarahan dan mengobati kekecewaan rakyat Riau, maupun untuk penanganan asap dan cedera kemanusiaan yg ditimbulkannya.

"'Mas' Presiden lebih baik memimpin langsung beberapa tindakan 'penyelamatan konstitusional'," kata Al Azhar kepada GoRiau.com, Jumat (9/10/2015) di Pekanbaru.

Penyelamatan Konstitusional tersebut dituangkannya dalam 'Nawacita Riau' dan bertepatan saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan ke Riau. Berikut 9 poin yang terkandung dalam 'Nawacita Riau':

1. Memerintahkan Mentri Kesehatan yang 'genit' itu memperbaiki penanganan kesehatan masyarakat terdampak asap, dan pemulihan kesehatan pasca-bencana, termasuk kompensasi kerugian keekonomian masyarakat (terutama kelompok miskin dan prasejahtera, nelayan, petani, dan buruh) seperti digagas Mensos.

2. Mengawal ketat proses penegakan hukum oleh aparat, dan memastikan hukuman yg setimpal dengan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang dilakukan pembakar lahan (korporasi maupun perorangan).

3. Penghentian permanen izin dan eksploitasi baru hutan-tanah di Riau khususnya, di Sumatra, Kalimantan, dan Papua pada umumnya.

4. Naturalisasi lahan gambut dimanapun di Indonesia.

5. Audit proses perizinan dan kepatuhan operasional perusahaan HTI dan perkebunan sawit di Riau, Jambi dan Sumsel, termasuk memastikan kesesuaian luas lahan yg digarap perusahaan dengan izin yang diberikan (diduga: semua perusahaan sawit di Riau menggarap lahan melebihi izin yang diberikan).

6. Selesaikan konflik dan tumpang-tindih kepemilikan lahan di Riau, dengan asas penghormatan dan pengakuan mutlak terhadap hak-hak adat dan sejarah Melayu Riau.

7. Moratorium perpanjangan izin hti/sawit di Riau, sampai ada kesepakatan-kesepakatan baru dg pemilik hak-hak adat dan sejarah Melayu di Riau. 

8. Tataulang kawasan konservasi di Riau yg sekarang faktanya sebagian sudah dirambah dan jadi kebun sawit (diduga: dibeking cukong, pejabat, politisi, jenderal aktif/pensiunan), dan sebagian lagi tumpangtindih dengan ruang hidup masyarakat adat.

9. Wujudkan pusat-pusat industri hilir di Dumai, Buton, dan kuala enok, sebagaimana dirancang bersama rezim sebelumnya.***