SIAK SRI INDRAPURA, GORIAU.COM - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Riau meminta klarifikasi Pengadilan Negeri (PN) Siak atas laporan 736 eks buruh PT Pertiwi Prima Plywood (PPP), terkait penundaan eksekusi lelang aset perusahaan itu.

"Kita sudah menemui pihak PN Siak, tapi ketua PN Sorta Ria Neva tak ada di kantor, kita hanya diterima Panitera Aryudiwan. Ada 3 kejanggalan yang kita temukan dalam kasus eks buruh PT PPP ini," ujar Asisten ORI Perwakilan Riau Bidang Pengaduan Masyarakat dan Penyelesaian Laporan, Bambang Pratama dan Bidang Pengawasan Dasuki kepada GoRiau.com, Selasa (3/3/15).

Adapun 3 kejanggalan dalam kasus itu, jelas Bambang, PN Siak melakukan penundaan berlarut-larut terhadap pelelangan atas putusan P4P tahun 2004. Sementara, aset perusahaan Rp10 miliar lebih hilang sia-sia dan tidak diketahui keberadaannya."Kita sudah tinjau ke eks PT PPP di Tualang, memang tak ada lagi aset perusahaan itu di sana," kata Bambang.

Kedua, kejanggalan terjadi pada hasil risalah lelang yang dibawa PT Tropical yang dikeluarkan KP2LN Jakarta tahun 2004, sementara proses eksekusi lelang tahun 2005. Terakhir, ‎alasan penangguhan pelelangan dari PN Jakarta Utara ke PN Siak belum dapat dicerna secara baik. Sebab, Putusan Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) pada kasus itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap (inkrach).

‎Ia menguraikan, klarifikasi yang diharapkan dari pihak PN Siak belum memuaskan. Sebab, laporan masyarakat eks buruh, atas nama Alfian yang mewakili 736 orang buruh PT PPP tidak ditindaklanjuti. Padahal, ratusan buruh sudah dipekerjakan sejak tahun 1979, sementara PT PPP berganti nama PT Asia Wood Industri. Perusahaan itu akhirnya bangkrut, yang berakibat gaji 5 bulan plus pesangon ratusan karyawan tidak dibayar. 

"Mereka (eks buruh) sudah melapor ke DPRD Provinsi Riau dan Disnaker. Kemudian diterbitkan surat anjuran untuk memenuhi kewajiban perusahaan. Namun, pihak perusahaan tidak kunjung membayar. Akhirnya, mereka melapor ke P4P," kata Bambang.

Sidang di P4P memutuskan pihak buruh menang. Sehingga perusahaan harus membayar gaji dan pesangon karyawan senilai Rp5,6 miliar. Caranya, aset perusahaan harus dilelang di KP2LN Jakarta. Berdasarkan itu, PN Jakarta Utara mendelegasikan PN Siak untuk mengeksekusi lelang aset PT PPP sejak tahun 2005. Namun, tiba-tiba pihak ketiga PT Tropical menolak PN Siak melakukan eksekusi. Alasannya, PT Tropical menang lelang di KP2LN Rayon 3 Jakarta nomor 1089 dan 1090. Risalah itu tertanggal 12 November 2004, sementara proses eksekusi dilakukan panitra PN Siak April 2006. 

"Ini jelas sekali waktunya mundur, ada dugaan mal administrasi di sini," katanya.

Anehnya, PT Tropica menjual aset-aset perusahaan dan mempidanakan beberapa orang eks buruh PT PPP. Padahal, PT. Tropica pernah kalah di Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung dan hasil PK. Hanya di PN Siak PT Tropica diputuskan menang.

"Dalam rentetan waktu itu, PN Siak belum juga bergerak untuk melakukan pelelangan di KP2NL Dumai," katanya.‎

Akhir 2014 kemarin, tiba-tiba PN Jakarta Utara menerbitkan surat penangguhan pelaksanaan lelang eksekusi. Itu pula yang menjadi dasar bagi PN untuk tidak melaksanakan tugasnya mengeksekusi lelang aset perusahaan itu. 

"Kita sangat mempertanyakan ini, atas dasar apa dilakukan penangguhan. Padahal, putusa P4P sudah sejak tahun 2005 silam dengannomor putusan 120/1886/138-3/IV/PHK/02-2005," katanya.

‎Putusan P4P itu secara terang benderang mengabulkan permohonan buruh untuk membayar hak-hak mereka. Kemudian dikuatkan oleh penyitaan PT PPP dengan nomor 40/eks/2005/PN.jkt.utara 

‎"Kita sudah mengupayakan menindaklanjuti pengaduan eks buruh ini. Kita melihat memang banyak keanehan yang patut dipertanyakan. Hasil ini akan kami kaji kembali untuk ditindaklanjuti lebih serius lagi," tutup Bambang.

‎Sementara, Humas PN Siak Desbertua Naibaho mengatakan, ketua PN Siak saat Ombudsman datang berada di luar kota. Namun, tidak ada hubungannya dengan kehadiran Ombudsman. 

"PN Siak bukan memperlambat proses eksekusi. Karena waktu itu ada perlawanan dari pihak ketiga. Jadi, belum bisa dilakukan eksekusi," katanya.

Tahun 2014 lalu, pihaknya sudah mulai membentuk tim untuk melakukan eksekusi pelelangan. Namun, datang surat mohon penangguhan pelelangan dari PN Jakarta Pusat. Dengan alasan itu pula, PN Siak belum melakukan eksekusi, meskipun ratusan eks buruh belum terima hak-haknya sebagai pekerja."Jika ada surat delegasi untuk melakukan lelang, kami segera eksekusi," pungkasnya.(nal)