PEKANBARU, GORIAU.COM - PT National Sago Prima (NSP) mengklaim bahwa kasus pembakaran hutan dan lahan di Kepulauan Meranti, Riau yang dibebankan kepadanya merupakan suatu penzaliman. Mereka menilai bahwa banyak kejanggalan dalam fakta-fakta di persidangan.

Mereka mengklaim, dari hasil persidangan hingga saat ini, sama sekali tidak ada bukti yang mendukung atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). "Kami telah mengikuti 11 kali persidangan, namun seluruh unsur yang didakwakan tidak terbukti. Dalam hal ini kami seperti terzalimi," Kuasa Hukum PT NSP O.C Kaligis, Selasa (20/1/2015).

Bahkan mereka menyampaikan bahwa satu-satunya pelaku dalam kasus pembakaran hutan dan lahan di Meranti tersebut adalah Sendi. Seperti tercantum dalam Berita Acara Perkara Sendi T-1.

PT NSP juga mengklaim bahwa akibat kebakaran ribuan hektar lahan tersebut, mereka mengalami kerugian yang cukup besar. Karena sebelum terbakar, seluruh lahan yang sudah ditanami merupakan areal PT NSP.

Direktur utama (Dirut) dan general manager (GM) PT Nasional Sago Prima (NSP) ditetapkan penyidik Polda Riau sebagai tersangka dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kepulauan Meranti. Mereka berinisial A dan E.

Berkas kasusnya sudah diserahkan ke kejaksaan, namun dikembalikan untuk dilengkapi. Akibat perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengrusakan Lingkungan Hidup.

Ancaman hukumannya maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar. Selain itu juga melanggar Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun dan denda Rp1,5 miliar.

Perkembangan kasusnya, Pimpinan Cabang PT National Sago Prima (NSP) Kabupaten Kepulauan Meranti, Erwin, terdakwa kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) Meranti mendapat penangguhan penahanan dari Pengadilan Negeri (PN) Bengkalis setelah permohonannya dikabulkan.

Penangguhan penahanan terhadap terdakwa Erwin ini berdasarkan surat penetapan dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkalis No 549/Pen.Pid/2014/PN.BLS dengan dua penjamin yakni istri terdakwa Erwin, Delvi Santi dan Eris Ariaman selaku Direktur Utama PT NSP.

Penangguhan penahanan terhadap terdakwa Erwin yang merupakan Pimpinan Cabang PT NSP Meranti dan General Manager sesuai keputusan Pengadilan Negeri Bengkalis tertanggal 13 Januari 2015.

Kasus Karhutla dengan terdakwa Erwin sudah beberapa kali digelar sidang di PN Bengkalis. Tidak tanggung-tanggung, pihak perusahaan menyewa pengacara papan atas Indonesia, Oce Kaligis untuk menjadi penasehat hukum membela Erwin. Bahkan Oce telah beberapa kali turun langsung ke Bengkalis ikut mendampingi kliennya sidang.

Sementara sebelumnya, Koalisi Pemburu Penjahat Lingkungan Hidup (KPLH) memberi apresiasi kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau karena berhasil menuntut terdakwa PT National Sagu Prima (NSP) dengan pidana denda Rp5 miliar. Selain itu juga dirtuntut pidana tambahan perbaikan lingkungan hidup akibat kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) PT NSP senilai Rp1,4 triliun.

"Apresiasi juga kami berikan kepada Polda Riau yang berhasil membuktikan bahwa institusi penegak hukum punya komitmen menyelamatkan lingkungan hidup Riau. Polda Riau dan Kejati juga berhasil membuktikan PT NSP tidak memiliki Amdal dan Izin Lingkungan, penyimpanan limbah B3," kata Koordinator Jikalahari, Muslim Rasyid, Senin (19/1/2015).

Diungkapkannya, pada 13 Januari 2015 lalu, Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Bengkalis telah menuntut terdakwa Ir Erwin (General Manjer PT NSP) pidana penjara 6 tahun dan denda Rp1 miliar. Sedangkan untuk terdakwa Ir. Erwin dan Nowo Dwi Priyono dituntut 18 bulan penjara dan denda Rp1 miliar.

Jelang putusan majelis hakim PN Bengkalis pada 22 Januari 2015, koalisi yang terdiri dari Jikalahari, Walhi Riau, WWF Indonesia Program Riau dan Riau Corruption Trial (RCT), meragukan komitmen majelis hakim Sarah Louis, Renny Hidayati dan Melki Salahuddin. "Ketiga hakim tersebut tidak ada yang bersertifikat lingkungan hidup," kata Boy Sembiring, koordinator KPPLH.

Merujuk pada Keputusan Ketua Mahkamah Agung No.134/KMA/SK/IX/2011 tentang Sertifikasi Hakim Lingkungan. Pada pasal 5 sangat jelas disebutkan, perkara lingkungan hidup harus diadili oleh hakim lingkungan hidup," lanjut Boy.Oo"Kami pesimis terdakwa divonis maksimal oleh majelis hakim yang tidak mempunyai sertifikasi lingkungan. Pengadilan Negeri Bengkalis tampak kurang memperhatikan hakim-hakim yang ditunjuk menangani kasus lingkungan," tambah Riko Kurniawan, direktur eksekutif Walhi Wilayah Riau.***