JAKARTA, GORIAU.COM - Pola kemitraan perkebunan kelapa sawit antara perusahaan swasta dan petani rakyat, yang dipelopori oleh perusahaan kelapa sawit, Asian Agri dinilai telah berhasil dan terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan para petani, serta sekaligus membantu program pemerintah untuk membangun ekonomi daerah tertinggal.

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Bungaran Saragih di Jakarta, Jumat (31/10) mengatakan jika pola tersebut sudah terbukti baik. Namun pola kemitraan tersebut, kiranya untuk saat ini perlu disesuaikan seiring dengan perubahan zaman.

"Sekarang yang perlu kita kedepankan adalah para petani swadaya. Potensinya cukup besar. Ada yang punya 10, 20, 50 hektar. Petani mandiri ini merupakan kekuatan ekonomi yang baru," ungkap Bungaran.

Lebih lanjut, Bungaran menambahkan bahwa, petani swadaya memiliki inisiatif untuk mengembangkan usahanya tanpa ada bantuan pemerintah atau swasta. Menurutnya, inisiatif ini merupakan kunci untuk bisnis kelapa sawit mendatang, agar tidak diatur oleh orang lain dan memegang prinsip kesetaraan di antara pihak yang bermitra.

Sementara itu, General Manager Asian Agri, Freddy Widjaya mengatakan jika prinsip kesetaraan telah dijalankan oleh perusahaan kelapa sawit dalam bermitra dengan petani selama ini. Kesetaraan ini dilakukan dalam hal penentuan harga, seperti yang telah diatur dalam Permentan No. 98/20B yang mengatur mekanisme harga.

"Dengan adanya permentan yang mengatur mekanisme harga yang secara periodik didiskusikan bersama oleh stakeholder terkait, itu sebenarnya merupakan bukti kesetaraan, ada perwakilan perusahaan, petani, pemda, yang duduk bersama di dalam prosesnya" ujarnya.

Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesa (Perhepi) Bustanul Arifin, mengakui pola kemitraan sudah dikembangkan oleh beberapa perusahaan sawit di Indonesia. Melalui kemitraan, petani diberi akses untuk mengetahui secara adil dan transparan penentuan harga pokok produk yang dihasilkan, jadi tidak ada diskriminasi harga.

Selain itu, beragam pelatihan mengenai teknik berkebun yang baik juga diberikan kepada petani. Melalui pola kemitraan yang baik, ekonomi nasional mendapatkan stimulus yang tepat untuk terus berkembang.

"Berdasarkan penelitian Syahzapada2009 di Propinsi Riau disebutkan, multiplier effect dari sektor kelapa sawit di Riau adalah sebesar 3,03 yang berarti bahwa investasi sebesar Rp 1 akan meningkatkan pendapatan Rp 3,03. Dalam skala internasional, ekspor sawit merupakan salah satu komoditas nonmigas terbesar yang telah mencapai 8,7% dari total ekspor Indonesia," pungkasnya. ***