JAKARTA, GORIAU.COM - Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menekankan agar Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan tiga kementerian yang turut berperan dalam penanggulangan kabut asap untuk menerapkan manajemen ekstra, yang ukuran performansinya ialah kecepatan dan ketepatan sesuai dengan tuntutan keadaan, mengutamakan penyelamatan jiwa manusia, serta koordinasi dan keterpaduan berbagai sektor yang saling mendukung.

''Sekarang bencana asap, sebelumnya bencana gunung api Sinabung. Penanganan bencana harus extra management. Normal saja harus dimenej pas, apalagi kalau bencana. Kenapa kami membuat acara ini karena persoalan ini menyangkut hidup orang banyak di daerah,'' Ketua Komite I DPD Parlindungan Purba (senator asal Sumatera Utara) menyatakannya dalam rapat kerja (raker) dengan BNPB di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (17/10). Ahamad Nawardi, wakilnya, turut mendampingi.

Sebagai lembaga Pemerintah nonkementerian yang membantu Presiden, maka BNPB yang mengoordinasikan perencanaan dan pelaksanaan penanganan bencana yang terpadu, baik sebelum, saat, maupun setelah terjadi bencana. Pengkoordinasian perencanaan dan pelaksanaan yang terpadu itu meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, penanganan kedaruratan, dan pemulihan.

Kemampuan menanggulangi saat dan setelah bencana bertujuan untuk menangani kondisi kritis. Kondisi kritis saat dan setelah bencana itu dinyatakan sebagai fase tanggap darurat dengan mengutamakan penyelamatan jiwa manusia dan harta bendanya. Fase tanggap darurat membutuhkan penanganan ekstra, terutama mobilisasi dan suplai sumberdaya yang besar dan banyak. Tentunya dibutuhkan manajemen ekstra untuk mengatur atau mengelola sumberdaya dan mengarahkan atau mengendalikan kegiatan menggunakan sumberdaya itu.

Komite II DPD meminta keterangan/penjelasan BNPB tentang penanggulangan bencana yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian, atau penderitaan seperti kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah. Dalam acara itu, sejumlah senator mengeluhkan kelambanan pemerintah pusat menangani kabut asap. ''Pertemuan ini untuk mencari penyelesaian masalah tanggap darurat kebakaran hutan dan lahan. Tujuannya untuk kami tindak lanjuti,'' ujar Parlindungan.

Para senator tersebut berasal dari daerah terdampak kabut asap, seperti Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Riau, Bengkulu, dan Jambi. ''Kabut asap sudah sangat parah. Jarak pandang di Banjarmasin hanya berjarak 20 meter. Gubernur sudah menyebutkan ada kekecewaan atas lambannya penanggulangan,'' ujar Habib Abdurrahman Bahasyim (senator asal Kalimantan Selatan).

Sekretaris Utama BNPB Dody Ruswandi menejaskan, BNPB akan mengoptimalkan penanggulangan kabut asap melalui penanganan operasi darat dan udara. “Ketika sudah terjadi eskalasi besar, BNPB akan segera turun tangan dalam penanganan bencana,” jelasnya yang didampingi Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB.

BNPB memperkirakan kabut asap berakhir bulan Oktober-November. Untuk mempercepat penanggulangannya, BNPB berupaya untuk menambah unit yang melakukan operasi udara dengan modifikasi cuaca melalui pengerahan helikopter water bombing dan membuat hujan buatan. Penambahan unit itu di antaranya menambah jumlah pesawat yang pekan ini diberangkatkan menuju titik panas di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah.

Guna menanggulangi kabut asap, Dody menambahkan, BNPB berkordinasi dengan pemerintah pusat, khususnya tiga kementerian yang turut berperan dalam penanganan kabut asap, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, dan Kementerian Lingkungan Hidup.

Dalam raker, Komite II DPD menekankan rencana untuk membentuk panitia khusus (pansus) bencana kabut asap. Pansus akan meminta kembali keterangan/penjelasan BNPB dan tiga kementerian serta instansi penegak hukum tentang kebijakan penanggulangan bencana yang prioritasnya pengurangan resiko bencana seperti pencegahan, mengurangi dampak (mitigasi), dan kesiapsiagaan menghadapi bencana.

Karena kesamaan visi dan misi para pihak, khususnya menyangkut pertukaran data dan informasi, DPD dan BNPB akan menandatangani memorandum of understanding (MoU). Kesepakatan bersama itu menjadi landasan untuk mewujudkan kerjasama antara DPD dan BNPB untuk memberdayakan daerah dalam menanggulangai bencana dalam kerangka desentralisasi (otonomi daerah). (rls)