JAKARTA, GORIAU.COM - Penetapan petinggi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), seakan membenarkan tuduhan berbagai pihak sebelumnya. Sejak digulirkannya rencana pengadaan e-KTP, banyak kejanggalan yang terjadi, mulai dari pengadaan perangkat pembuatan e-KTP hingga proses pembuatan e-KTP itu sendiri.

Sebagaimana diketahui, pembuatan e-KTP bertujuan untuk memudahkan proses registrasi dan administrasi penduduk dalam berbagai hal, namun kenyataannya e-KTP tidak berfungsi seperti yang diharapkan bahkan menjadi proyek gagal pemerintahan sekarang. Demikian dijelaskan Ketua Umum Forum Akademisi IT (FAIT), Hotland Sitorus melalui rilisnya kepada GoRiau.com, Rabu (23/4/2014).

''Proyek e-KTP adalah proyek gagal pemerintah. Tidak bermanfaat sesuai dengan tujuannya semula,'' sebut Hotland Sitorus yang juga dosen IT di Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalbar.

Masih lanjutnya, ''Perangkat teknologinya sajapun sudah tidak benar. Bagaimana mungkin proyek yang dikatakan canggih oleh Mendagri ternyata menghasilkan e-KTP ganda. Perangkatnya pasti tidak benar.''

Sebagaimana himbauan Kemendagri sebelumnya, agar seorang penduduk tidak mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan lebih dari satu identitas (e-KTP). Bahkan himbauan ini dipertegas, dengan mengenakan denda sebesar 50 juta rupiah.

''Himbauan kemendagri ini hanya menakut-nakuti penduduk, yang tujuannya untuk menutupi kelemahan sistem pembuatan e-ktp itu sendiri. Jika perangkat pembuatan e-KTP canggih sesuai spesifikasinya, maka tidak mungkin tercetak e-ktp ganda,'' lanjut Hotland Sitorus.

''Saya berharap KPK juga mendalami kesesuaian spesifikasi perangkat yang digunakan dalam pembuatan e-KTP, bukan hanya penggelembungan harga saja,'' jelas Hotland Sitorus.

''Kerugian Negara sangat besar mengingat selain penggelembungan harga, terjadi juga penurunan spesifikasi perangkat. Potensi kerugian Negara sekitar Rp 2,1 triliun,'' pungkas Hotland Sitorus.

Senada dengan itu, Sekjen FAIT, Janner Simarmata mendorong agar KPK mendalami kerugian aspek teknologinya juga. “KPK harus mendalami kerugian aspek teknologinya, baik perangkat keras maupun perangkat lunaknya,'' tegas Janner Simarmata.

''Kami menduga banyak data e-KTP yang tidak benar karena tertukar, chip tidak berfungsi, data kosong atau bahkan data tidak dapat dibaca oleh mesin pembaca e-KTP (card reader),'' ungkapnya. (rls)