JAKARTA, GORIAU.COM - Delapan menteri perempuan dalam kabinet Jokowi - JK membuat bangga kaum perempuan. Pemerintah sudah menunjukkan kesetaraan gender di berbagai sektor termasuk di pemerintahan.

''Delapan menteri perempuan di kabinet tentu saja membuat kita bangga. Setidaknya, komitmen Pemerintah untuk terciptanya kesetaraan gender di berbagai sektor telah ditunjukan dengan memilih perempuan yang jumlahnya lebih banyak dari kabinet sebelumnya, yakni 24 persen,'' ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Gusti Kanjeng Ratu Hemas, Kamis (20/11/2014).

Ia mengingatkan bahwa dibutuhkan intervensi dalam berbagai bentuk guna mempercepat peningkatan jumlah keterwakilan perempuan pada pemilihan umum (pemilu) yang akan datang. Apa dan bagaimana bentuk intervensinya, baik yang sudah maupun yang masih akan dilakukan guna meningkatkan kualitas dan kuantitas kepemimpinan perempuan, penting dikaji kembali dan didorong bersama.

''Agar kita saling menguatkan satu sama lain di saat tekanan politik dan berbagai tantangan lain menghadang. Mari kita berdiskusi karena berbagai gagasan dan inovasi baru dapat menjadi kesepahaman dan kesepakatan kerja kita. Gagasan dan inovasi baru tersebut akan mampu menguatkan peran setiap kita, mengingat perjuangan mempercepat pengarusutamaan gender adalah kerja kolektif: pemerintah, parlemen, dan masyarakat harus bergandengan tangan,'' ujarnya lewat rilis yang dikirim kepada GoRiau.com, Kamis (20/11/2014).

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang juga Ketua Kaukus Perempuan Parlemen DPD RI ini menjelaskannya dalam makalah mengenai kepemimpinan perempuan dalam manajemen pemerintahan untuk mewujudkan good governance and clean goverment sebagai narasumber Workshop dan Silaturahim Nasional Perempuan Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Pengembangan dan Pemberdayaan Perempuan Indonesia yang bertema ''Peranan Perempuan dalam Pembangunan Berwawasan Gender'' di Aula Panca Gatra, Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas), Jakarta, Jl Merdeka Selatan No 10, Jakarta Pusat, Kamis (20/11/2014).

Mengenai posisi kepemimpinan perempuan, permaisuri Raja Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan istri Gubernur/Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X ini mengaku bangga sekali karena bertemu rekan-rekan seperjuangannya dari berbagai daerah. Acara tersebut menjadi momentum strategis mempertegas komitmen mempercepat keseteraan gender di berbagai dimensi pembangunan.

Dia berharap, pemerintahan Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla yang mulai bekerja hari-hari terakhir ini melaksanakan tugasnya semata-mata bagi kebaikan rakyat Indonesia. ''Delapan menteri perempuan di kabinet tentu saja membuat kita bangga. Setidaknya, komitmen Pemerintah untuk terciptanya kesetaraan gender di berbagai sektor telah ditunjukan dengan memilih perempuan yang jumlahnya lebih banyak dari kabinet sebelumnya, yakni 24 persen,'' ujarnya.

Namun, dia mengingatkan, persentase tersebut belum cukup. “Diperlukan komunikasi yang terus-menerus agar keterpilihan perempuan ini bisa berdampak signifikan bagi percepatan peningkatan kualitas hidup. Sekaligus, menjadi batu ujian bagi perjuangan gerakan perempuan, apakah jumlah keterwakilan perempuan di kabinet otomatis berbanding lurus dengan percepatan pengarusutamaan gender.”

Hemas pun membandingkan persentase perempuan di eksekutif dengan di legislatif. Jika di eksekutif jumlah keterwakilan perempuan mengalami peningkatan, maka jumlah keterwakilan perempuan di legislatif justru mengalami penurunan. “Situasi di parlemen Indonesia masih jauh dari angka kritis keterwakilan perempuan, yakni minimal 30%, untuk dapat mempengaruhi kebijakan yang dilahirkan. Di DPR RI hanya 17,3%, sedangkan DPD RI 26%.”

Jika persentase itu disandingkan dengan jumlah keterwakilan perempuan di parlemen dunia yang hanya 20,2%, khususnya di Asia rata-rata 18,5% dan di kawasan Pasifik rata-rata 12,7%, maka dibutuhkan intervensi dalam berbagai bentuk yang dilakukan berbagai kalangan guna mempercepat peningkatan jumlah keterwakilan perempuan pada pemilu yang akan datang. “Sangat jelas, dibutuhkan intervensi yang positif.”

Good governance and clean government

Mengenai good governance and clean goverment sebagai politik perjuangan kepemimpinan perempuan, Hemas yang mendominasi perolehan suara dari kandidat lainnya di pemilu yang lalu ini menegaskan, capaian jumlah keterwakilan perempuan diharapkan menunjung kinerja perempuan anggota Dewan yang terpilih. Dia pun merinci tujuan perjuangan meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan sebagai perjuangan kolektif gerakan perempuan, yaitu kesatu, meningkatnya kualitas hidup rakyat Indonesia secara keseluruhan tanpa diskriminasi gender, ras, suku, dan agama.

Kedua, terciptanya tata pemerintahan yang baik dan bersih, baik segi kinerjanya yang efektif dan efisien maupun segi pelayanannya yang cepat dan tepat bagi warga, proporsional serta transparan dan akuntabel, serta informasi publiknya terakses. ''Kejenuhan kita terhadap pemerintahan dan politisi yang korup merupakan tantangan luar biasa mengingat dalam beberapa kasus ada rekan kita yang terseret dan terjebak ranjau korupsi,'' jelasnya.

Ketiga, terdorongnya percepatan jumlah keterwakilan perempuan di berbagai posisi strategis sehingga mempengaruhi kebijakan. Eksistensi Kaukus Perempuan Parlemen yang terus-menerus memastikan adanya keterwakilan perempuan di berbagai komite (DPD RI) dan komisi (DPR RI) atau alat kelengkapan dewan lainnya.

Keempat, terbangunnya jejaring antargerakan perempuan, baik di pemerintahan, parlemen, maupun masyarakat, sehingga semua peran bermuara ke tujuan Indonesia yang beradab. Dalam konteks ini, Kaukus Perempuan Parlemen bersama berbagai kalangan membidani kelahiran Forum Perempuan untuk Indonesia sebagai wadah lintas latar belakang untuk percepatan pengarusutamaan gender di Indonesia.

''Mengingat harapan atas kepemimpinan perempuan yang begitu besar, setitik saja perempuan berada di pusaran korupsi, maka penghakiman yang diterima tidak hanya individu, namun juga penghakiman yang diterima gerakan perempuan,'' ujarnya melanjutkan. Menyadarinya, gerakan perempuan berkomitmen sejak awal bahwa keterpilihan perempuan harus merepresentasikan harapan publik akan pemerintahan yang baik dan bersih.

Dalam berbagai forum konsolidasi yang digagas perempuan parlemen, contohnya Konsolidasi Perempuan Parlemen se-Indonesia yang diselenggarakan Kaukus Perempuan Parlemen tahun 2012, harapan publik akan pemerintahan yang baik dan bersih tersebut menjadi salah satu isu krusial. (rls)