PEKANBARU, GORIAU.COM - Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Riau, khususnya yang bergerak di usaha perkebunan, Dinas Perkebunan Riau terus menghadirkan inovasi terbaru sebagai pilihan bagi pelaku usaha perkebunan. Salah satunya mengembangkan tanaman lada di Riau karena jika sukses, hasilnya bisa tiga kali lipat dibandingkan kelapa sawit.

Setelah sebelumnya Disbun Riau mengembangkan tanaman Kenaf, sekarang Disbun Riau akan mengembangkan komoditas lada. Komoditas lada merupakan komoditas perkebunan yang telah dikembangkan sejak zaman penjajahan Belanda. Namun untuk di Riau, belum ada pelaku usaha perkebunan yang mengembangkannya.

Pilot Project tanaman lada ini akan dilakukan tahun ini, jika pilot project ini berhasil maka akan disosialisasikan kepada pelaku usaha perkebunan baik petani dan pengusaha.

Hal itu diutarakan oleh Kadisbun Riau, Drs H Zulher MS disela-sela peninjauan pilot project tanaman lada di laboratorium lapangan Disbun Riau di Desa Kualu Nenas, Kampar, Jumat (24/1).

Zulher menjelaskan, alasan Disbun Riau mengembangkan tanaman lada yaitu pertama tanaman ini sangat prospek untuk dikembangkan karena komoditas lada menduduki posisi tertinggi dari segi produktifitas dan harga diantara sesama komoditas perkebunan lainnya. Dia menjelaskan, satu (1) kilogram lada sekarang ini dihargai antara Rp 120-200 ribu per kilogramnya. Sedangkan dalam satu hektar tanaman lada dengan konsep monokultur dapat menghasilkan hingga 3,5 ton per tahunnya.

''Satu hektar tanaman lada dapat menghasilkan antara Rp 300-450 juta per hektar per tahun. Angka itu mengalahkan kelapa sawit berkualitas yang hanya Rp 100-180 juta per hektar per tahunnya. Apalagi prospek pasar komoditas lada sangat besar baik lokal atau global. Berapapun yang kita hasilkan akan diserap pasar lokal dan ekspor,'' terang Zulher.

Alasan kedua, Zulher juga menjelaskan bahwa komoditas lada membutuhkan sinaran matahari antara 50-70 persen sehingga sangat cocok untuk dijadikan tanaman sela komoditas perkebunan. Alasan ketiga komoditas lada telah berproduksi pada umur 3 bulan dan pada umur 1 tahun telah berproduksi normal.

Sedangkan alasan lainnya menurut Zulher untuk petani yang memiliki lahan yang kecil, tidak mesti menanam kelapa sawit, karet atau kelapa. Pilihan komoditas lada tentu sangat tepat.

''Sebenarnya kita terlambat untuk mengembangkan tanaman lada ini, kalau dilihat dari segi potensi dan prospeknya, tanaman lada itu lebih bagus dari kelapa sawit. Apalagi bagi petani yang memiliki lahan yang sedikit, tidak perlu memaksa untuk menanam kelapa sawit atau karet, seperempat hektar tanaman lada itu jauh lebih tinggi hasilnya dari satu kapling tanaman kelapa sawit,'' ujar Zulher.

Dia menjelaskan juga tanaman lada yang sedang dikembangkan sekarang ini yaitu dalam konsep tanaman sela sebanyak 4.000 batang dan  telah berumur 1,5 bulan dan telah beradaptasi baik dengan kondisi tanah di Riau. Pada tahap selanjutnya, Disbun Riau sedang melakukan pengamatan jenis hama dan penyakit apa yang akan menyerang tanaman lada ini.

''Tanaman lada banyak dikembangkan di Bangka, Lampung dan Indonesia timur. Tentu kondisi tanah disana beda dengan disini. Dari pilot project ini kita akan terlihat kecocokan lada dengan kondisi agronomi di Riau. Mudah-mudahan sangat cocok dengan disini,'' harap Zulher. (rls)