CITRA Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau terus merosot di tengah masyarakat pasca dua kali anggotanya ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pertama di saat kasus suap PON Riau yang melibatkan tujuh anggota dan terakhir ditetapkannya A Kirjuhari dalam kasus suap APBD Riau 2015.

Deraan demi deraan tersebut telah menggerus kepercayaan publik kepada lembaga legislatif tersebut. DPRD sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan yang seharusnya tetap terisolasi dari kesan negatif, karena dengan kepercayaan publik yang tinggilah, DPRD tetap bisa menjalankan tiga fungsinya -- legislasi, anggaran dan pengawasan -- dengan baik.

Lantas, apa yang akan dilakukan DPRD Riau untuk meraih kembali kepercayaan rakyat? Berikut wawancara wartawan GoRiau.com, Hermanto Ansam dengan Ketua DPRD Riau periode 2014 - 2019, H Suparman SSos, MSi tentang sikap dan upaya-upaya DPRD memperbaiki citra lembaga tersebut.

Anggota DPRD Riau sudah dua kali mendapat terpaan kasus korupsi, pertama era Gubernur Rusli Zainal, kini di era Gubernur Riau non aktif, Annas Maamun, apa sikap ketua?

Iya, kita sudah dua kali mendapat citra tak baik di tengah masyarakat. Pertama dalam kasus suap PON yang menyebabkan beberapa anggota DPRD Riau jadi tersangka korupsi. Dan terakhir dengan penetapan, A Kirjuhari dalam kasus suap APBD 2015. Ini pukulan berat bagi kami sebagai anggota DPRD Riau periode 2014 -2019. Citra negatif ini kita akui akan mengurangi kepercayaan publik.

Kasus ini sebenarnya tidak hanya di lembaga legislatif, tapi juga dialami tiga gubernur kita, Saleh Djasit, Rusli Zainal dan Annas Maamun. Ini keprihatinan kita semua, dan menjadi pelajaran berharga yang perlu kita sikapi.

Apa sikap anda sebagai ketua baru DPRD Riau di periode 2014 - 2019 ini?

Kita akan menjadikannya sebagai pelajaran untuk kita semua. Ini keprihatinan kita semua. Persoalan ini harus dicari akar masalahnya. Dan dicarikan solusi agar tidak berulang-ulang terjadi.

Bagaimana langkah konkrit yang dilakukan DPRD Riau akan citranya lebih baik kedepan?

Kita sudah lakukan evaluasi, banyak faktor penyebab masalah itu terjadi. Kita akan formulasikan dan juga sudah melakukan konsultasi dan dialog dengan semua pihak. Bahkan kita sudah sampaikan saat diskusi dengan KPK. Kita sampaikan, citra dewan harus diperbaiki, ini harus dilakukan secara bersama-sama. Tidak seharusnya DPRD menjadi tontonan buruk di tengah masyarakat. Perlu upaya bersama memperbaikinya.

Periode ini, banyak pendapatan anggota DPRD Riau yang hilang, baik karena high cost yang menetapkan harga akomodasi dan tiket berdasarkan harga pasar, akomodasi standar, SPPD yang kecil dan lain-lain, apakah ini tidak menyebabkan anggota mencari pendapatan lain?

Ini yang sedang kami bicarakan, anggota DPRD itu masuk lembaga pemerintahan yang harus mendapatkan penilaian baik. Jika semua kebutuhan dewan dikurangi, tentu menjadi persoalan. Apalagi saat ini biaya perjalanan dinas hanya Rp 535 ribu perhari. Anggaran ini terlalu kecil untuk menjalankan tugas negara dan daerah yang berat. Karena itu, kami masih berusaha mengkomunikasikannya dengan pemerintah, agar hal ini dipertimbangkan kembali.

Memang kinerja anggota tidak bisa dilihat dari pemasukan, tapi paling tidak, dengan kesiapan anggaran yang memadai, akan memacu anggota dewan untuk tidak nelakukan hal-hal diluar ketentuan. Memang tidak ada jaminan penghasilan besar akan memastikan kinerja anggota membaik, tapi paling tidak, dengan hidup mencukupi, sedikit banyak, akan meningkatkan kinerja.

Karena itu, kita meminta ke pemerintah agar ada perhatian yang menyeluruh kepada DPRD khususnya Riau. Karena standar kebutuhan setiap daerah berbeda, kebutuhan anggota DPRD di Riau akan berbeda dengan di Jakarta, begitu juga di Papua.

Jadi kita berharap dengan perhatian yang menyeluruh itu, kinerja dan etos kerja anggota meningkat. Dan yang terpenting, lembaga DPRD harus semakin kuat dan dipercaya publik. Jika sudah ada perhatian menyeluruh tersebut, tentu persoalan seperti yang terjadi beberapa waktu lalu, tidak akan terulang kembali. ***