PEKANBARU - Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menegaskan akan mengembalikan hak atas tanah kepada rakyat secara komunal agar dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Langkah ini dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik dan kebakaran lahan dan hutan terutama di Propinsi Riau. Untuk itu, pemerintah melalui Peraturan Menteri (Permen) Nomor 9 tahun 2015 tentang Hak Komunal, akan melakukan audit lahan dan mengeluarkan luasan lahan dari izin yang diberikan jika kawasan tersebut teridentifikasi sebagai wilayah adat.

Hal itu dia kemukakan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ BPN, Ferry Mursyidan Baldan saat menjadi keynote speaker Seminar Nasional Keadilan Agraria Menuju Kedaulatan Rakyat di Universitas Islam Riau (UIR), Pekanbaru, Riau, baru-baru ini, Kamis (26/11). "Kita tidak hanya berpijak pada aspek legal formal, tapi juga riwayat kehidupannya, termasuk dari segi Kepantasan Sosialnya. Ketika ada konflik lahan di daerah, pastikan ada tercakup klausul jika teridentifikasi sebagai wilayah adat dan jika masyarakatnya sudah tinggal dan hidup di sana lebih dari 10 tahun, Negara akan berikan hak komunalnya," ujar Ferry.

Ferry menambahkan pentingnya dilakukan audit lahan untuk mengetahui pemilik lahan yang terbakar, dan bukan mencari penyebab kebakaran tersebut. Menurutnya, pemerintah akan mengejar proses pembiaran sehingga mentalitas peduli terhadap kebakaran lahan bisa terbangun di tengah masyarakat.

''Bagaimana mungkin misalnya ada lahan sebelah terbakar tapi kita berdiam diri, ini sudah dipinjamkan (izin lahan.red), dibakar lalu dibiarkan, Kita ingin menumbuhkan mental mencegah api. Kalau kita membiarkan, berarti kita menumbuhkan mental ketidakpedulian," ujarnya.

Ferry menghimbau agar pihak yang mendapatkan izin pemanfaatan harus memiliki rasa peduli pada aspek lingkungan dan memiliki langkah preventif untuk mengatasi kebakaran.

''Kami tidak mempermasalahkan lahan itu terbakar atau dibakar, kami tidak mau tahu, yang kami tahu lahan itu pernah ada api dan kami akan identifikasi siapa pemilik lahannya. Jika di dalam area yang terbakar lebih dari 40%, maka harus kita pertimbangkan apakah Hak Guna Usaha (HGU.red) pantas kita teruskan," tegasnya.

Untuk itu, pemerintah akan melakukan langkah preventif berupa mewajibkan pemegang HGU adanya sensor api atau panas pada luasan tertentu dan mempunyai perlengkapan pemadaman kebakaran yang lengkap.

Kebijakan Lahan Tanpa Bakar dan Desa Bebas Api

Sementara itu, Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), Rudi Fajar, yang juga hadir sebagai salah satu pembicara di Seminar Nasional tersebut menjelaskan kepada para mahasiswa tentang komitmen RAPP dalam melakukan pencegahan kebakaran lahan dan hutan melalui berbagai program pencegahan yang disebut Fire Free Village atau Desa Bebas Api.

''RAPP telah menerapkan No Burn Policy sejak 1994, dan kami memiliki langkah preventif dalam menanggulangi kebakaran lahan melalui program Desa Bebas Api, salah satunya memberikan penghargaan kepada desa yang berhasil menjaga daerahnya dari kebakaran lahan dan hutan," ungkap Rudi.

https://www.goriau.com/assets/imgbank/29112015/rap2jpg-3406.jpg

Para pembicara berfoto bersama Rektor Universitas Islam Riau (UIR), usai kegiatan Seminar Nasional Keadilan Agraria Menuju Kedaulatan Rakyat, di aula Fakultas Pertanian UIR, baru-baru ini, Kamis (26/11), Pekanbaru.

Rudi menyampaikan untuk tahun 2015 ini, ada sembilan desa yang berpartisipasi dan 3 di antaranya telah berhasil mendapatkan reward berupa uang sebesar 100 juta rupiah yang dipergunakan untuk pembangunan infrastruktur desa tersebut.

''Selain reward, kita juga membentuk Crew Leader atau Ketua Tim Desa yang akan memantau kondisi desanya masing-masing, kemudian program asistensi lahan pertanian tanpa bakar, sosialisasi pencegahan dan dampak kebakaran serta pemantauan kualitas udara," jelasnya

Hasilnya, ditambahkan Rudi, terjadi penurunan drastis kebakaran lahan dan hutan terhitung sejak tahun 2013 di desa-desa tersebut. Ia berharap, hal ini dapat terus dikembangkan terutama membangun kesadaran masyarakat akan bahaya membakar lahan. Direncanakan, tahun depan, program ini ditargetkan akan diikuti 18 desa rawan kebakaran yang ada di wilayah Riau.

''Kita akan kembangkan lagi program ini untuk dilakukan ke banyak daerah yang rawan kebakaran. Di Riau ini saya mencatat ada sekitar 150 desa yang berpotensi rawan kebakaran dan saya kira jika perusahan lain melakukan juga, maka pengaruh untuk menekan terjadinya kebakaran lahan dan hutan bisa semakin besar," harapnya.

Seminar nasional ini dihadiri juga oleh Rektor Universitas Islam Riau, Detri Karya, Dirjen Kementerian Pangan dan Tata Ruang, Ketua SKK Migas, serta civitas akademika Riau. (rls)