PEKANBARU, GORIAU.COM - Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) Pengelolaan Gambut Berkelanjutan yang melibatkan ahli dan pakar lahan gambut dari Institut Pertanian Bogor (IPB), menyimpulkan, 46 persen luas wilayah Riau merupakan lahan gambut.

Atau dari 8,9 juta hektare, 4,1 juta hektare diantaranya merupakan lahan gambut. Kemudian sebagian besar dari total lahan gambut tersebut terdata dengan kriteria Gambut Dalam dengan ketebalan 3 meter lebih.

Dari 4,6 juta hekater lahan gambut tersebut, 1 juta hektare diantaranya merupakan hutan tanaman industri (HTI), kebun kelapa sawit sebesar 0,8 juta hektar, kemudian 0,5 juta hektar untuk perkebunan/pertanian dan lainnya.

Ahli Tanah Fakultas Pertanian IPB, Prof Sudarsono, menyebutkan, dengan kondisi tersebut, disimpulkan bahwa lahan gambut di Riau harus dikelola secara berkelanjutan. Karena akan berdampak kepada sektor industri dan pertanian.

"Gambut bisa menjadi sumber kehidupan jika dikelola dengan baik. Perlu pengelolaan berkelanjutan untuk lahan gambut di Riau. Karena tercatat dengan 46 persen dari total luas wilayah Riau," kata Sudarsono dalam eskpos FGD Pengelolaan Gambut Berkalnjutan di Provinsi Riau, di Rektorat Unri, Jumat (31/10/2014).

FGD Pengelolaan Gambut Berkelanjutan ini dilaksanakan selama dua hari yang melibatkan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), tim ahli dan pakar gambut dari IPB, kemudian Universitas Riau.

"Lahan gambut awalnya dibuka memang untuk keperluan pertanian oleh petani tradisional sejak 1924. Seperti di daerah yang saat ini seperti Bengkalis, Banjar dan Selatpanjang. Namun oleh pemerintah, dilakukan secara besar-besaran pada 1969," terang Sudarsono.

Sementara mengenai pengelolaan gambut berkelanjutan, tetap tidak mengenyampingkan fungsi ekonomi masyarakat, lingkungan dan sosial. "Semua pasti ada konsekuensinya, namun ini yang akan kita carikan solusinya," sambung Sudarsono.

Sementara itu, Sekjen Himpunan Ilmu Tanah Indonesia, Suwardi, memaparkan perlu dijalankan secara terstruktur dan menyeluruh terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 yang mengatur ketebalan gambut lebih dari 3 meter.

"Dimana harus dikembalikan sebagai kawasan lindung. Begitu juga terhadap yang berimplikasi sebagai kawasan HTI dan kebun kelapa sawit harus dikembalikan sebagai kawasan lindung," ujar Suwardi.

Turut hadir dalam ekspos tersebut Direktur PT RAPP Mulya Nauli. Tim pakar dari IPB, Rektor Unri Aras Muliadi, Ketua Pusat Penelitian Gambut Tropis Unri Wawan, dan sejumlah pihak terkait lainnya.***