RENGAT, GORIAU.COM - Dugaan penambangan batu andesit oleh PT Hutama Karya di Desa Usul, Batang Gansal, Indragiri Hulu, Riau terus dipertanyakan warga. Namun Pemkab melalui Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMDPPT) berjanji jika terbukti melakukan aktifitas tanpa mengantongi izin pelepasan kawasan hutan, Pemkab akan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah dikeluarkan.

Seperti diberitakan GoRiau.com beberapa hari lalu, warga menemukan aktifitas Badan Usaha Milik Negara (BUMD) tersebut di kawasan peyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT). Peristiwa ini sudah dilaporkan warga ke DPRD Inhu dan juga Pemkab Inhu.

Kepala Badan Penanaman Modal Daerah dan pelayanan Perizinan Terpadu (BPMDPPT) Kabupaten Indragiri Hulu ketika dikonfirmasi Minggu (7/10/2012) di Rengat menyatakan Pemkab Inhu akan mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) jenis bahan galian batuan andesit yang diberikan kepada perusahaan apalagi ditemukan telah melanggar delapan poin sebagaimana dituangkan dalam Surat Keputusan Badan Penanaman Modal Dearah dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMD-PPT) Inhu.

''Pencabutan izin itu dituangkan dalam poin Surat Keputusan Badan Penanaman Modal Daerah dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMD-PPT) Inhu Nomor 1/BPMD&PPT/BP-IUP/II/2012 tentang persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi bahan galian batuan andesit yang diberikan kepada PT HK tertanggal 24 Maret 2012 seluas 1.916 Ha,'' ujar Adri Respen R SST.

Dijelaskan, dalam IUP yang diberikan kepada PT Hutama Karya (PT HK) ada delapan poin keputusan yang dikeluarkan BPMD-PPT setelah membaca surat permohonan dari perusahaan tersebut melalui rekomendasi Dinas Pertambangan dan Energi, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dan Dinas Kehutanan. Dimana pada poin ketiga, perusahaan (PT HK) baru dapat melaksanakan kegiatan konstruksi, produksi, pengangkutan dan penjualan serta pengolahan setelah pemegang IUP mendapat izin pinjam pakai kawasan hutan dari Menteri Kehutanan RI.

Dan poin pencabutan IUP tersebut, dituangkan dalam keputusan pada poin kedelapan. Pencabutan IUP itu dapat dilakukan apabila pemegang IUP tidak memenuhi kewajiban dan larangan sebagaimana pada dimaksudkan pada poin ketiga, poin keempat, poin ke enam dan poin ke tujuh.

Artinya, selain tidak mendapat izin dari Menteri Kehutana, IUP bisa juga dicabut, seperti di poin tiga yakni apabila terjadi perpindahan tangan IUP tanpa persetujuan BPMD-PPT. Begitujuga halnya pada poin enam, setelah IUP diterbitkan selambat-lambatnya 60 hari kerja harus menyampaikan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) ke Distamben.

''Pada poin ketujuh, yang dapat menyebabkan IUP dicabut, apabila selambat-lambatnya 90 hari kerja setelah disetujui RKAB oleh bupati , harus sudah memulai aktivitas di lapangan,'' ungkapnya.

Ketika ditanya kapan pencabutan IUP yang diberikan kepada PT HK, Kepala BPMD-PPT ini mengatakan pencabutan IUP tentunya bisa dilakukan jika hasil penilaian tim PT HK melakukan pelanggaran. Dan juga setelah melihat bentuk pembinaan dari Distamben serta pengawasan dari Dishut dan Badan Lingkungan Hidup (BLH).

''Siapa pun perusahaan pemegang IUP tersebut, apabila tidak menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan putusan dalam IUP tersebut, tetap akan dicabut dan dikenakan sangsi sesuaio aturan yang berlaku,'' tegasnya.

Sementara itu Kepala  Proyek (Kepro) PT HK, Sofian Suryana Jaya ST ketika dikonfirmasi, membantah pihaknya melakukan pembukaan lahan pertambangan batu endesit di kawasan hutan.

''Kita tidak berani membuka kawasan hutan tanpa izin menteri, walaupun kita sudah mengantongi IUP OP dari Pemkab Inhu. Jadi kita memang belum melakukan aktifitas, ujarnya. (wsr)