JAKARTA, GORIAU.COM - Kuasa hukum mantan Gubernur Riau Rusli Zainal, Rudy Alfonso, mengatakan pencopotan kliennya dari struktur Partai Golkar tidak mengedepankan asas praduga tak bersalah. Menurut dia, keputusan tersebut mendahului proses peradilan.

''Di partai kan ada peraturan yang mengatur pemberhentian seorang kader, tidak bisa serta merta dicopot,'' kata Rudy kepada Tempo, Sabtu, 15 Juni 2013.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Satya Widya Yudha sebelumnya mengatakan Partai Golkar akan mengeluarkan Rusli Zainal dari struktur kepartaian. Menurut Satya, apresiasi akan diberikan kepada kader yang berpartisipasi, begitu pula pemberian hukuman bagi kader yang bermasalah hukum. ''Kami menginginkan perbaikan bagi partai,'' ujarnya.

Menurut Rudy, pernyataan Satya Widya Yudha tersebut merupakan pendapat pribadi yang belum bisa dipastikan keabsahannya. Rudy mengatakan Satya memiliki hak untuk berpendapat soal status hukum kliennya. ''Setiap orang berhak berpendapat dan menanggapi soal apapun,'' kata dia.

Rusli Zainal yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi kehutanan oleh KPK sejak 8 Februari lalu dijerat dengan tiga tuduhan sekaligus. ''Dalam kasus suap Pekan Olahraga Nasional, dia diduga sebagai pemberi dan penerima suap. Sedangkan dalam kasus Siak dan Pelalawan, dia diduga memperkaya diri sendiri dan orang lain,'' kata juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi S.P. di kantornya.

Dalam kasus suap PON, nama Rusli disebut oleh bawahannya, Lukman Abbas dan Rahmat Syahputra yang mengaku diperintahkan Rusli untuk menyuap anggota DPRD Riau agar mau menambah anggaran Pekan Olahraga Nasional 2012 di Riau. Mereka diduga menerima Rp 900 juta, bagian dari komitmen suap Rp 1,8 miliar.

Sedangkan dalam kasus izin hutan, nama Rusli muncul dalam pengembangan kasus tersebut. Menurut keterangan bekas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau Lukman Abbas kepada penyidik, Rusli menerima Rp 500 juta. Adapun di tuduhan ketiga, Rusli diduga bersama dengan mantan Kepala Dinas Kehutanan Riau Syuhada Tasman dan Bupati Siak Arwin menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan izin kehutanan di Pelalawan dan Siak.***