PASIRPANGARAIAN, GORIAU.COM - Lembaga Adat Melayu (LAM) Kabupaten Rokan Hulu menargetkan, paling lambat 15 Januari 2015 mendatang, di lima Luhak Tambusai, Rambah, Rokan, Kuntodarussalam dan Kepenuhan sudah terbentuk minimal satu Desa Adat Melayu. Di lima Luhak itu, ada sekitar 52 desa yang bisa dibentuk menjadi Desa Adat Melayu.

Rencana pembentukan desa adat dilakukan melalui sosialisasi di Kantor LAM Rohul dihadiri Asisten I Bidang Pemerintahan Pemkab Rohul Muhammad Munif, perwakilan dari LAM Riau, Tokoh Adat dan Camat dari lima Luhak serta beberapa Kepala Desa (Kades).

Dikatakan, Ketua LAM Rohul Tengku Rafli Armien, Desa Adat Melayu dibentuk dalam upaya mengangkat history desa, seperti adat dan istiadat masa lalu yang mulai ditinggalkan masyarakat. Pembentukan desa adat mengacu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa. Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 dan Keputusan Menteri Nomor 52 Tahun 2014. Syaratnya, desa yang akan dibentuk menjadi desa adat, adat di desa itu masih berlaku.

Tengku Rafli Armen yang juga sebagai Kepala Dinas Sosialisasi Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kadisosnakertrans) Rohul, siap membantu untuk proses pembentukan Desa Adat tersebut.

''Keinginan kami, per 15 Januari 2015, minimal satu Desa Adat Melayu sudah terbentuk di setiap Luhak,'' ujarnya.

Tokoh Adat Rohul bergelar Tengku Majolelo meminta camat di lima Luhak untuk berkumpul dengan seluruh Kades, yakni membahas dan mendata desa mana yang siap dibentuk menjadi Desa Adat Melayu.

''Kita sudah intruksikan pada camat. Paling lambat Senin depan, hasilnya sudah diserahkan ke LAM, yaitu nama-nama desa yang akan dijadikan desa adat,'' paparnya.

Tengku Rafli menyerahkan sepenuhnya Kepala Luhak masing-masing, menurutnya, ada tiga opsi dalam pembentukan desa adat, seperti pertama penetapan sebuah desa jadi desa adat. Kedua, penggabungan beberapa desa. Ketiga, bagi desa yang luas wilayah dan besarnya jumlah penduduknya bisa dimekarkan.

''Desa Adat Melayu tetap dipimpin setiap Kades. Namun, peraturan di desa mengacu peraturan adat setempat," jelasnya.

Disinggung soal banyak suku di suatu desa seperti Jawa, Mandailing, Minang dan lainnya, jawab Tengku Rafli hal itu tidak masalah, biasanya pendatang akan menyesuaikan diri, sesuai istilahnya ‘ Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung’.

Tengku Rafli mengakui keuntungan dibentuknya desa adat yakni seluruh adat atau kebiasaan masyarakat yang sudah bercerai berai dihidupkan kembali, seperti meninggikan kubur, dan kebiasaan masyarakat lainnya.

Tambahnya, meski telah menjadi desa adat, desa itu tetap akan dibantu pemerintah untuk peningkatan infrastruktur desa. (ram)