JAKARTA, GORIAU.COM - Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, selayaknya Indonesia mengubah paradigma pembangunan dari darat ke laut.

''Ide poros maritim harus sungguh-sungguh direspon karena laut kita sangat kaya yang bisa menambah pendapatan negara. Pemerintah seharusnya mendukung sistem pelayaran nasional yang mewujudkan tol laut. Difokuskannya pembangunan di laut adalah langkah baru,'' ujar Ketua Tim Kerja (Timja) RUU Kelautan Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Djasarmen Purba (senator asal Kepulauan Riau) di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Kamis (18/9/2014).

Mewujudkan ide poros maritim itu mendesak mengingat 70 persen lalu lintas kegiatan ekonomi Asia Pasifik melalui perairan Indonesia. Oleh karena itu, dibutuhkan undang-undang tersendiri yang menjadi payung hukum untuk menyatukan perlindungan kegiatan ekonomi di perairan Indonesia.

''Sekarang ini bicara laut berurusan dengan imigrasi, polisi, bea cukai, dan banyak instansi. Ada 21 undang-undang berhubungan dengan laut. Tidak satu komando. Akibatnya, penyelesaian masalah tidak efektif.''

Oleh karena itu, maksud dan tujuan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kelautan seiring sejalan dengan ide mewujudkan ide poros maritim. Apalagi, sejumlah provinsi kepulauan seperti Kepulauan Riau bersama Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Kepulauan Bangka Belitung menuntut perhitungan luas wilayah lautan dan program percepatan pembangunan wilayah kepulauan. ''Ini kesempatan besar bagi provinsi berkarakteristik kepulauan untuk mengejar ketertinggannya,'' ucapnya.

Apabila paradigma pembangunan tersebut disepakati maka diperlukan Menteri Koordinator Maritim yang membawahi Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Industri dan Infrastruktur Maritim.

Komite II DPD merampungkan RUU Kelautan dan menyerahkan draft beserta naskah akademiknya kepada Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah (Kementerian Kelautan dan Perikanan) di ruangan Komisi IV DPR tanggal 15 September 2014. Rapat kerja (raker) ketiga pihak menyetujui untuk membentuk tim khusus (timsus) dan jadwal kegiatan untuk membahas RUU itu. Pemerintah pun menyerahkan daftar inventarisasi masalah (DIM) kepada DPR dan DPR. (rls)