SELATPANJANG, GORIAU.COM - Para pemegang kekuasaan harus mencari solusi untuk mensejahterakan 8 tenaga pengajar (guru) lokal jauh Sekolah Luar Biasa (SLB) Rangsang Barat. Pasalnya, meski sudah mengajar selama 6 bulan, mereka tak pernah mendapatkan honor.


Kondisi itu terlihat jelas ketika Legislator Kabupaten Kepulauan Meranti, Senin (26/1/2015) pagi mengunjungi SLB ini. Saat kunjungan itu, berbagai keluhan pun disampaikan pihak pengelola sekolah.
Pantauan di Desa Anak Setatah pagi itu, terlihat pertemuan itu dihadiri Wakil Ketua DPRD Meranti Muzamil, Ketua Komisi C Ardiansyah, Sekretaris Komisi B Darsini. Selain itu juga dihadiri Kepala Bidang (Kabid) Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Meranti Kamaruddin beserta staff, serta Camat Rangsang Barat H Said Jamhur.
Kepala SLB lokal jauh, Syafrizal, menyampaikan beberapa keluhan. Seperti tak adanya fasilitas berupa gedung sekolah dan kesejahteraan guru yang mengajar anak-anak penyandang difabilitas (cacat) ini. Kata Syafrizal pula, saat ini mereka memiliki 69 murid penyandang difabilitas, namun tidak memiliki gedung sendiri. Sedangkan untuk kesejahteraan 8 orang guru, mereka sama sekali belum merasakan honor meski sudah mengajar sejak enam bulan lalu.
"Murid kita terdata 69 orang. Namun yang aktif sebanyak 25 orang. Kita butuh bangunan dan kesejahteraan guru. Saat ini kita masih menumpang di gedung MDA," kata Syafrizal.
Menanggapi keluhan Syafrizal ini, Ketua Komisi C yang membidangi pendidikan mengatakan bahwa telah mendengar tentang keterbatasan lokal jauh SLB ini. Ia pun sempat berkoordinasi dengan SLB di Selatpanjang (karena SLB di Rangsang Barat merupakan lokal jauh dari SLB yang ada di Selatpanjang).
"Kita sudah koordinasikan dengan pihak SLB di Selatpanjang, katanya itu di bawah tanggungjawab provinsi. Kita minta penjelasan dari Disdik Kabupaten seperti apa sistem SLB ini sesuai aturan. Kalau untuk dukungan, apapun yang terbaik pasti kita dukung," kata Politisi PAN DPRD Meranti ini.
Sementara itu, Kabid Dikdas Disdikbud Meranti, Kamaruddin, mengatakan bahwa SLB ini berada di bawah pembinaan disdik provinsi, namun bisa dilakukan sharing dengan kabupaten, dan selama ini sharing itu dilakukan Disdikbud Meranti.
Untuk tahun ini pula, kata Kamaruddin lagi, sesuai UU No 23 tahun 2014, tidak hanya SLB, tetapi SMA dan SMK kewenangannya juga berada di bawah provinsi. Kabupaten hanya menyiapkan administrasi, nanti baru diajukan ke tingkat provinsi.
"Meski demikian, jangan bosan membuat proposal, semoga bantuan bisa kita ambil dari provinsi. Saya sangat terharu atas perjuangan ini," kata Kamaruddin.
Diakhir bincang-bincang hari itu, Muzamil menyampaikan rasa prihatin atas wajah pendidikan yang kurang tersentuh oleh pemerintah. Muzamil meminta, usai pertemuan itu Disdikbud Meranti menggelar pertemuan dengan pihak terkait untuk sama-sama memperjuangkan agar apa yang dibutuhkan SLB bisa segera terpenuhi.
"Masalah ini sudah berlarut-larut, harus kita klirkan dulu, makanya hari ini kami turun. Kita minta Disdikbud Meranti juga memperjuangkan agar bantuan yang dibutuhkan bisa terpenuhi nantinya. Kalau legislatif, kita sangat mendukung demi kebaikan bersama, tapi inikan ada prosesnya, ikuti proses itu agar tidak ada masalah di kemudian hari," ujar Muzamil pula.
Pantauan di ruangan, puluhan anak penyandang difabilitas ini harus didampingi orang tuanya. Jika tidak, anak-anak ini terkadang bertindak semaunya dan bermain bersama temannya. Murid-murid ini pula selain anak-anak, dewasa, juga terlihat orang tua.(zal)