PEKANBARU - Kabupaten Kampar, Riau jadi sorotan dalam beberapa hari ini. Kenapa tidak, selama sepekan, terjadi dua peristiwa kerusuhan massa, di mana yang terakhir satu orang dilaporkan tewas menggenaskan usai dibacok di kepala saat kericuhan terjadi antara dua organisasi massa (Ormas).

Menyoroti ini, Kriminolog Riau sekaligus ketua jurusan Kriminologi UIR, Kasmanto Rinaldi, SH, M. Si menjelaskan, kekerasan dapat muncul disebabkan beberapa latar belakang, seperti keputus asaan atau ingin menonjolkan eksistensi kelompok tertentu. Dinamika ini bisa muncul kapan saja serta cenderung didominasi oleh sekelompok orang yang dominan di satu daerah.

"Perasaan ketidakadilan ini cendrung biasanya dialami oleh kelompok minoritas. Mengingat rasa tersakiti ini sudah memuncak dan tidak memiliki harapan untuk keadaan normal kembali, makanya kekerasan dijadikan alternatif solusi bagi kelompok mereka," kata Kasmanto kepada GoRiau.com, Kamis (28/4/2016).

Hal ini bisa dilihat dari bottle nect theory yang berasumsi begiu besarnya keinginan dari bawah, namun yang bisa sampai keluar hanya sedikit demi sedikit, sehingga dengan memecahkan leher botolnya, dianggap sebagai solisi terbaik untuk keluar dari permasalahan. 

Sementara dari faktor yang lain adalah adanya keinginan menunjukkan eksistensi kelompok. "Artinya keberadaan kelompok tertentu yang cendrung mendominasi pastilah memiliki relasi yang mapan. Dengan relasi yang dimiliki biasanya akan cendrung menjadikan kelompok tertentu cendrung merepresentasikan," ungkap Kasmanto lagi.

"Dominasi yang exessive ini akan membuat kelompok lain yang juga punya relasi tertentu pula ini merasa perlu melakukan perlawan terhadap kelompok tersebut. Dengan berbagai dinamika yang terjadi lambat laun akhirnya antar kelompok yang satu dan yang lainnya akan terjadi permusuhan yang cendrung berujung kepada kekerasan," jawabnya.

Lalu, bagaimana kepolisian menyikapinya? Kasmanto menguraikan, itu jadi persoalan yang komplek, terutama yang dalam kajian kriminologi dikenal dengan istilah slum area. "Di wilayah yang tergolong slum area (kumuh) akan muncul kebudayaan baru yang cendrung menyukai kekerasan. Berdasarkan fakta ini, pihak kepolisian tidak akan mampu bekerja sendiri, mereka hanya berada pada tataran penyelesain konflik dilapangan," katanya.

Terkait akar permasalahan, pemerintah daerah harus melakukan penataan wilayah dan pemukiman penduduk. "Pastikan mereka yang tinggal di wilayahnya punya identitas resmi dan punya pekerjaan yang resmi pula. Jika wilayah tadi didominasi oleh pengangguran ini akan menyebabkan tindak kejahatan akan tinggi di sana. Dalam tataran ini pihak kepolisian harus aktif dan inovatif dalam bekerja di area ini," sambung dia.

"Jangan biarkan celah sedikitpun bagi premanisme berkedok kelompok tertentu menjadi 'raja' di sana. Lakukan patroli, maksimalkan peran intelijen dan binmas untuk mendeteksi dini terjadinya kriminalitas di wilayah slum area tadi. Sebaiknya Polda riau khususnya Polres Kampar perlu kiranya melakukan penyegaran terhadap personil lapangannya yang kurang maksimal," pertegasnya.

Penyegaran itu, kata Kasmanto, disarankan jangan hanya dilevel pimpinan saja, namun  juga harus menyentuh petugas yang terbawah sekalipun. "Jangan sampai ada petugas yang bertugas terlalu lama disuatu daerah yang notabene nanti akan menimbulkan 'kenyaman' dalam artian negatif bagi petugas yang bersangkutan," singkatnya. ***